JAKARTA – Kebijakan PT Pertamina (Persero) membeli gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) dari Mozambik dengan kontrak jangka panjang dipertanyakan. Bahkan, Komisi VII DPR berencana memanggil Pertamina.

Ramson Siagian, Anggota Komisi VII DPR, mengatakan meskipun pembelian baru akan dilakukan pada 2024, jumlah volume pembelian yang terbilang besar dan waktu panjang patut dipertanyakan. Apalagi banyak pasokan gas di dalam negeri yang justru diekspor dan tidak terserap di dalam negeri.

“Ya nanti segera (panggil Pertamina) Nanti kami ricek, apa dasarnya. Kami akan betul-betul cek, apa murni strategi Pertamina atau ada tekanan. Iya dong, kok sampai berani 20 tahun (kontrak pembelian),” kata Ramson saat ditemui di gedung DPR Jakarta, Senin (4/3).

Pertamina menandatangani Sales Purchase Agreement (SPA) dengan Mozambique LNG 1 yang dimiliki Anadarko Petroleum Corporation, perusahaan asal Amerika Serikat. Total volume LNG yang dibeli sebesar 1 juta ton per tahun selama 20 tahun. Pembelian akan dimulai pada 2024.

Menurut Ramson, tidak tepat jika hanya pertimbangan harga yang menjadi alasan Pertamina membeli LNG Mozambik. Apalagi gas yang diproduksi dari lapangan migas di dalam negeri masih banyak yang diekspor.

Kondisi ini adalah momentum untuk melakukan review atau kajian ulang perjanjian kebijakan ekspor gas Indonesia.

Ramson mengatakan kondisi sekarang sangat miris ketika gas di ekspor harganya murah sementara industri maupun pembangkit listrik mendapatkan gas yang diproduksi di Indonesia dengan harga lebih mahal dibanding ekspor.

“Lebih murah itu kan relatif, jadi itu untuk jangka kapan lebih murah, sama saja kayak waktu dulu memang lebih murah misalnya kalau Jepang, Korea membeli gas dari kita. Setelah waktu berlalu, konsumsi kita berkembang, sudah tidak pantas lagi mengekspor dengan harga yang lebih rendah itu. Padahal di dalam negeri kita sulit untuk source gas dan industri dapat gasnya mahal,” ungkap Ramson.

Basuki Trikora Putra, Direktur Pemasaran Retail Pertamina, menegaskan proses perjanjian pembelian gas Mozambik dilaksanakan dengan transparan tanpa adanya desakan dari pihak manapun. Pertamina menjamin bahwa keputusan untuk membeli LNG pada 2024 berdasarkan kalkulasi yang sudah dilakukan dengan cermat.

“Tidak ada itu (tekanan pihak lain) semuanya murni transparan,” tukas Basuki.

Dia menambahkan pertimbangan harga lebih murah jadi alasan Pertamina untuk membeli LNG tersebut yang nantinya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang diperkirakan terus meningkat dan akan terjadi defisit pada 2024. Apabila tidak dipenuhi dari sumber selain sumber pasokan dalam negeri.

“Kan ada balance gas itu kan, makin lama kan makin tidak seimbang antara produksi dan kebutuhan domestik. Sektor pupuk, listrik, RDMP (kilang Pertamina) kan nambah terus,” kata Basuki.(RI)