JAKARTA– PT GSI menjalin nota kesepahaman dengan PT Sang Hyang Seri (Persero), badan usaha milik negara di sektor pertanian, untuk pengembangan bio-LNG di Jawa Barat. Nota kesepakatan diteken oleh Presiden Direktur GSI Ginanjar Sofyan dan Direktur Utama PT Sang Hyang Seri Maryono di Jakarta, Kamis (8/9/2022).

Terungkap bahwa GSI saat ini mengembangkan proyek BioLNG di enam provinsi di Sumatera, Jawa, dan Nusatenggara. Total kapasitas terpasang pabrik bio-LNG yang dikembangkan GSI mencapai 95 juta standar kaki kubik per hari (MMSCfd).

Sang Hyang Seri merupakan salah satu portofolio pemasok bahan baku berupa jerami dan limbah-limbah pertanian lainnya untuk plant bio-LNG yang dikembangkan GSI. “Kami memproyeksikan plant bio-LNG pertama bisa COD pada Juli 2024,” ujar Ginanjar Sofyan kepada Dunia Energi, Kamis malam.

Ginanjar menyebutkan, lokasi terbanyak pengembangan bio-LNG berada di Jawa. Total kapasitas terpasang bio-LNG di Jawa sebanyak 80 MMscfd. “Sisanya di Sumatera dan Nusatenggara,” jelas Ginanjar.

Dia menjelaskan, untuk pengembangan satu MMScfd bio-LNG dengan bahan baku ramah lingkungan tersebut membutuhkan jerami sebanyak 150 ton per hari. Sedangkan untuk 5 Mmscfd membutuhkan 750 ton jerami. “Untuk pengembangan plant bio-LNG kapasitas 5 MMScfd diperkirakan sekitar US$ 100 juta. Teknologinya berasal dari Jerman dan Amerika Serikat,” jelas dia.

Untuk pengembangan bio-LNG ini, Ginanjar enggan menyebut calon mitra. “Belum kami putuskan,” katanya.

Kendati pabrik bio-LNG yang dikembangkan GSI baru akan beroperasi 22 bulan lagi, lanjut Ginanjar, GSI sudah mendapatkan calon pembeli. Bahkan, dua perusahaan multinasional menjajaki pembelian produk GSI tersebut. “Rencananya untuk ekspor,” katanya.

GSI adalah perusahaan yang didirikan oleh Ginanjar Sofyan, mantan Direktur Utama PT Pertamina Power Indonesia. GSI sebelumnya menggandeng Sumitomo Corporation Indonesia berencana investasi US$ 600 juta hingga US$ 800 juta untuk mengembangkan lima sektor bisnis di Nusatenggara Barat (NTB). Nnilai ekonomi yang bisa dihasilkan dari pengembangan bisnis tersebut mencapai US$ 2 miliar.

GSI akan mengembangkan green energy, akuakultur, agrikultur, peternakan, serta sistem digital ekologi industri. GSI telah meneken nota kesepahaman dengan Pemerintah Provinsi NTB untuk menggarap ekosistem bisnis tersebut.

Ginanjar menilai saat ini ada berbagai potensi seperti sampah hasil panen jagung yang bisa dikembangkan untuk Bio CNG sebagai pengganti LPG yang saat ini masih impor. “Ada sampah dari sisa jagung tidak terpakai di NTB mencapai 1.200 ton per hari, dengan produksi sampah yang bisa dibuat bahan baku Bio CNG. NTB itu penghasil jagung,” katanya beberapa waktu lalu.

Dengan bahan baku yang berlimpah, GSI bisa mengembangkan Bio CNG secara berkelanjutan. Tak hanya energi, GSI juga bakal menyasar bisnis aquaculture di NTB yang memang potensial. Saat ini utilitas produksi lobster di wilayah itu hanya 6%. Untuk itu, GSI akan mengoptimalkan menjadi 50%. “Kami akan mengembangkan lobster, tuna, dan kerapu,” katanya. (DR)