JAKARTA – Pemerintah meyakini produksi minyak dan gas bumi (migas) masih bisa ditingkatkan. Namun demikian harus ada syarat yang harus ditempuh untuk bisa mewujudkan target tersebut.

Tutuka Ariadji, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menegaskan Indonesia memiliki 128 cekungan migas yang 20 di antaranya sudah berproduksi, 27 telah ditemukan namun belum berproduksi, 13 belum ditemukan dan 68 belum dilakukan pengeboran.

Menurut Tutuka, dari gambaran tersebut, prospek hulu migas Indonesia masih cukup baik.

“Dengan 128 cekungan migas tersebut, dapat dikatakan di Indonesia terdapat potensi cekungan yang mampu meningkatkan cadangan dan produksi migas ke depan,” kata Tutuka, Jumat (5/3).

Agar cekungan itu digarap, maka diperlukan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang turun tangan melakukan berbagai aktivitas eksplorasi untuk menemukan cadangan yang siap diproduksi.

Tutuka menegaskan pemerintah terus berupaya menjaga iklim investasi hulu migas, di antaranya dengan menajamkan regulasi yang lebih menarik bagi para investor (KKKS), baik melalui percepatan penerapan regulasi eksisting, perbaikan regulasi eksisting, serta reformasi/revisi regulasi yang substansial.

Selain itu, di bidang perizinan, Kementerian ESDM melakukan penyederhanaan peraturan dan proses perizinan. Penyederhanaan tersebut dilakukan dengan memangkas jumlah perizinan dan rekomendasi yang ada.

Upaya lainnya adalah telah penetapan Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2020, di mana salah satunya mengatur untuk wilayah kerja (WK) migas baru yang pengelolaanya dilakukan melalui proses lelang dan WK yang akan berakhir jangka waktu kontraknya.

“Jadi diberikan pilihan bentuk kontrak bagi hasil dengan mekanisme cost recovery atau gross split atau kontrak bentuk lainnya,” kata Tutuka.

Pemerintah juga memperhitungkan faktor kondisi suatu WK, untuk wilayah-wilayah dengan tingkat kesulitan perolehan cukup tinggi, seperti daerah frontier, laut dalam, wilayah dengan risiko geologi yang tinggi atau wilayah dengan data eksplorasi yang minim, akan menghasilkan split bagian pemerintah-kontraktor yang berbeda dibanding dengan wilayah yang memiliki tingkat risiko kecil. Besaran bonus tanda tangan juga akan mengikuti dan menyesuaikan.

Tutuka menilai dengan adanya berbagai insentif itu akan percuma jika tidak ada dukungan dan peran dari pemerintah daerah.

“Kebijakan-kebijakan tersebut, memerlukan dukungan dari Pemerintah Daerah khususnya para anggota ADPM (Asosiasi Daerah Penghasil Migas) sehingga diharapkan dapat menarik investasi dalam pengembangan kegiatan usaha hulu migas,” kata Tutuka.(RI)