JAKARTA – Kerja sama pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) antara Indonesia dan Perancis akan ditingkatkan ke level lebih tinggi dengan dukungan dari International Energy Agency (IEA). Saat ini sudah tersedia analisis dan laporan penting yang baru diselesaikan oleh IEA yakni Attracting Private Investment to Fund Sustainable Recoveries: The Case of Indonesia’s Power Sector”, yang merupakan laporan khusus tentang Indonesia dalam IEA World Energy Investment 2020.

Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) mengungkapkan bahwa analisis tersebut dibuat bersama dengan Kementerian ESDM serta PT PLN (Persero).

“Laporan telah didistribusikan kepada Asosiasi Pengusaha Perancis, dan sebagai bentuk komitmen dukungannya kepada Indonesia, IEA mengkoordinasikan rencana pertemuan antara Kedutaan Besar Republik Indonesia di Paris dan Asosiasi Pengusaha Perancis dengan Kementerian ESDM pada September 2020 dengan tujuan mempromosikan investasi di bidang energi terbarukan di Indonesia,” kata Agung, Selasa (4/8).

Menurut Agung, laporan juga menyebutkan tren investasi dan pembiayaan di sektor listrik Indonesia, kuantifikasi pengeluaran modal, proyeksi demand dengan skenario keberlanjutan, dan merangkum kinerja ekonomi makro negara. Ketersediaan dana publik dan swasta serta identifikasi masalah-masalah utama yang mempengaruhi keputusan investasi dalam pembangkit listrik energi terbarukan dan sumber energi alternatif juga dipetakan dalam laporan .

“Laporan tersebut merupakan bentuk komitmen IEA mendukung Indonesia dalam pemulihan sektor energi di Indonesia menghadapi dinamika global dan pandemik Covid-19 yang sangat berdampak pada pembangunan ekonomi dunia termasuk pengembangan sektor energi,” ujar Agung.

Peningkatan investasi pembangkit listrik EBT memang penting, apalagi di masa sekarang ini. Pasalnya porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional hingga semester I tahun 2020 masih jauh dari target 23% yang dicanangkan bisa tercapai pada tahun 2025. Dalam catatan Direktorat Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) porsi EBT hingga Juni lalu baru mencapai 9,15%.

FX Sutijastoto, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, mengatakan porsi energi terbarukan mencakup pembangkit listrik dan bahan bakar yang digunakan untuk transportasi. Untuk sektor kelistrikan saat ini kapasitas terpasang pembangkit EBT mencapai 10,4 ribu megawatt (MW) dengan produksi listriknya 15.805,59 gigawatt hour (GWh) atau setara porsi 14,21% dari bauran energi listrik nasional.

Untuk mengejar target yang telah dipatok dala Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), tambahan kapasitas pembangkit listrik EBT akan digenjot hingga sekitar 5.000 MW.

Dalam data Kementerian ESDM, hingga Juni 2020, kapasitas pembangkit listrik EBT hanya naik tipis 100 MW dari 10,3 ribu MW di akhir 2019 menjadi menjadi  10,4 ribu MW yang terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)/PLTMH naik dari 5.976 MW menjadi 6.077 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dari 145,8 MW menjadi 146,6 MW.

Kemudian ada pembangkit listrik bioenergi dari 1.874,2 MW menjadi 1.890 MW. Kemudian untuk pembangkit  yang tidak alami penambahan kapasitas antara lain Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) 2.130,7 MW, pembangkit listrik berbasis sampah atau Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) 15,7 MW, PLTB 154,3 MW, dan pembangkit listrik hybrid 3,6 MW.

“Kalau bauran energi primer (termasuk non pembangkit listrik) energi terbarukan baru 9,15%. Ini ada gap yang tinggi,” kata Sutijastoto.(RI)