JAKARTA – Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) menyambut positif revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Paulus Tjakrawan, Ketua Harian Aprobi, mengatakan Aprobi mendukung keputusan pemerintah, terutama guna mengurangi defisit perdagangan Indonesia.

“Untuk itu, semua pemangku kepentingan bekerja sama dan berkoordinasi agar dalam bulan September ini, pelaksanaan B20 dapat berjalan dengan baik,” kata Paulus kepada di Jakarta, Kamis (23/8)

Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perpres 61/2015. Salah satu pokok aturan terbaru tersebut adalah penggunaan dana perkebunan sawit dalam perluasan penyaluran Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis biodiesel di semua sektor.

Penggunaan dana untuk kepentingan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel dimaksudkan untuk menutup selisih kurang antara harga indeks pasar bahan bakar minyak jenis minyak solar dengan harga indeks pasar bahan bakar nabati jenis biodesel.

Menurut Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Indonesia Essential Service Reform (IESR), sejauh ini Perpes 61/2015 yang digantikan telah melakukan fungsinya untuk menutupi selisih harga indeks pasar biodiesel dan minyak solar.

“Jadi, dalam hal ini saya melihat ketentuan yang baru tidak terlalu berbeda dengan yang lama. Kalau dulu berjalan, maka harusnya yang saat ini bisa berjalan,” kata dia.

Fabby menekankan, yang perlu diperhatikan adalah kemampuan dari dana kelapa sawit untuk menambal selisih di tahun-tahun mendatang. Hal ini mengingat ada peningkatan volume B20 dengan dimasukkannya solar non-PSO.

“Kalau bagi pengusaha, baik CPO maupun pemilik kilang biodiesel sangat positif karena melalui dana ini tingkat margin mereka dapat terpenuhi jika ada selisih antara HIP biofuel dan solar,” tandas Fabby.(RA)