SINGAPURA– Perusahaan pemeringkat Fitch Ratings telah merevisi outlook PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA), emiten jasa tambang, menjadi stabil dari negatif dan menegaskan peringkat default penerbit mata uang asing jangka panjang dan peringkat pada obligasi US$400 juta dengan kupon bunga 7,75% jatuh tempo pada 2026 di ‘BB-‘.

Revisi outlook mencerminkan ekspektasi Fitch bahwa BUMA akan mampu mengurangi leverage bersih dana dari operasi atau Funds from operations (FFO)  di bawah sensitivitas negatifnya pada 2022, didorong oleh volume pemindahan lapisan penutup yang lebih tinggi dan belanja modal yang lebih rendah. Outlook Stabil juga mencerminkan ekspektasi Fitch bahwa BUMA akan berhasil mengatasi risiko perpanjangan kontrak, dan menjaga kelangsungan bisnis, mengutip laporan Fitch Ratings yang dirilis pada Rabu (19/1/2022).

Menurut Fitch, peringkat BUMA mencerminkan posisinya yang kuat sebagai kontraktor pertambangan terbesar kedua di Indonesia, dengan pangsa pasar sekitar 15%, dan catatan operasional yang memuaskan dengan pelanggan. Peringkat dibatasi oleh risiko konsentrasi pelanggan BUMA, dengan sekitar 80% volumenya berasal dari tiga pihak lawan, dan sifat siklus industri kontraktor batu bara domestik yang sangat tinggi.

Fitch menyebutkan, pendorong utama BUMA mempertahankan level rating Fitch adalah volume pengupasan lapisan atas meningkat. Fitch memperkirakan volume pemindahan lapisan penutup BUMA akan meningkat menjadi sekitar 380 juta bank cubic meter (mbcm) pada 2022 dari 325 mbcm pada 2021, dan tetap mendekati level tersebut hingga 2025.

“Kami berharap BUMA mulai beroperasi mendekati targetnya tingkat pengoperasian tahunan 70 mbcm di tambang Tutupan PT Adaro Indonesia (BBB-/Stabil) pada Kuartal I 2022,” menurut Fitch.

Fitch menyebutkan peningkatan volume pada kontrak baru ini sedikit tertunda karena curah hujan yang lebih tinggi dari perkiraan pada 2H21, tetapi BUMA sekarang telah menyelesaikan sebagian besar pekerjaan yang diperlukan dan akan segera mulai bekerja dengan kapasitas penuh.

Fitch juga berharap ekspansi volume yang berkelanjutan oleh pelanggan utama BUMA lainnya, PT Bayan Resources Tbk (BB-/Stabil). Fitch memperkirakan pertumbuhan di Bayan untuk mengimbangi volume yang hilang ketika kontrak lama Adaro untuk tambang Paringinnya berakhir pada tahun 2022 dengan menipisnya cadangannya. “Ini akan menjaga volume pemindahan lapisan penutup tetap rata sekitar 370 mbcm-390 mbcm selama 2023-2025,” menurut Fitch dalam laporannya.

Terkait dengan risiko kebijakan, Fitch menyatakan, risiko dari ketidakpastian kebijakan untuk perusahaan batubara Indonesia tetap ada, namun kami yakin risiko tersebut akan dapat dikelola tanpa adanya perubahan material pada peraturan saat ini. “Kami akan memperlakukan setiap perubahan besar pada peraturan sebagai risiko kejadian,” menurut Fitch.

Fitch memperkirakan belanja modal BUMA akan tetap rendah mulai 2022, terbatas hanya belanja modal pemeliharaan, yang akan mendukung deleveraging. Fitch menaksir belanj amodal BUMA sebesar US$75 juta-US$125 juta per tahun selama empat tahun ke depan. BUMA menghabiskan hampir US$350 juta pada 2021 untuk mendukung pertumbuhan volume yang diharapkan dari pelanggannya, terutama Adaro dan Bayan. Dengan ini, kapasitas peralatan BUMA harus cukup untuk mendukung volume dari semua kontrak yang ada, tanpa belanja modal yang besar hingga 2025.

Menurut Fitch, BUMA mengharapkan siklus penggantian peralatan berikutnya pada 2025-2026, tetapi jumlahnya akan tergantung pada volume dari kontrak yang ada pada saat itu.

Dalam perkiraan Fitch, leverage bersih FFO BUMA di sekitar sensitivitas peringkat negatif kami 3,3x pada 2022, didorong oleh volume yang lebih tinggi dan belanja modal yang lebih rendah. Ruang peringkat akan melebar pada 2023 dengan leverage turun menjadi sekitar 2,8x, meskipun harga batubara diperkirakan turun, sejalan dengan dek harga batubara Fitch.

“Sekitar 60% volume BUMA akan dikaitkan dengan harga batubara mulai tahun 2022, turun dari sekitar 70% sekarang, setelah BUMA menandatangani lebih banyak kontrak dengan harga tetap. Hal ini akan mengurangi dampak penurunan harga batubara terhadap rata-rata tarif kontrak batubara,” tulis Fitch.

Dalam bagian lain laporannya, Fitch menyebutkan, kontrak BUMA dengan pelanggan terbesarnya, PT Berau Coal Energy, akan berakhir pada 2025 seiring dengan penipisan tambang Lati. Fitch yakin BUMA akan lebih selektif dalam memilih pelanggan baru setelah menghadapi beberapa masalah pembayaran dengan beberapa pelanggan baru yang lebih kecil di 2017-2019.

“Kontrak baru BUMA dengan Adaro dan Bayan menunjukkan keunggulan kompetitifnya dalam penawaran untuk proyek-proyek yang lebih besar dari posisi pasar terdepan, rekam jejak operasional yang terbukti, dan kemampuan untuk mengoperasikan proyek pertambangan yang lebih besar dan lebih kompleks,” tulis Fitch.

Berau, Adaro, dan PT Indonesia Pratama, anak perusahaan Bayan, menyumbang sekitar 80% dari volume 2021 BUMA. Menurut Fitch, sekitar setengah dari pendapatan BUMA berasal dari Berau, dengan porsi yang meningkat hingga BUMA menandatangani kontrak baru untuk mendiversifikasi basis pelanggannya.

“Kami percaya risiko yang terkait dengan konsentrasi pelanggan dimitigasi oleh hubungan panjang BUMA dengan pelanggan utama dan tingkat perpanjangan kontrak yang tinggi. Penambang batu bara juga umumnya memprioritaskan pembayaran kepada kontraktor pertambangan untuk menjamin kelangsungan operasi,” tulis Fitch.

Fitch juga menyebutkan akuisisi BUMA atas aset kontraktor batu bara Downer EDI Limited Australia (BBB/Stabil) akan meningkatkan profil bisnis BUMA dengan meningkatkan diversifikasi geografis. Tetapi, aset tersebut berada di industri yang sama, sehingga berdampak keseluruhan pada profil kredit BUMA netral. Namun, menurut Fitch, transaksi tersebut menandakan keterbukaan BUMA terhadap akuisisi setelah perubahan struktur kepemilikan sahamnya. Fitch akan memantau rencana pertumbuhan BUMA. Pergeseran ke arah kebijakan keuangan yang lebih agresif dapat mengakibatkan penurunan peringkat. (RA)