JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan permohonan Uji Formil Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Ciptakerja), yang diajukan oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB). FSPPB adalah salah satu dari Pemohon Uji Formil UU Ciptakerja dalam perkara Nomor 107/PUU-XVIII/2020 mengapresiasi putusan MK yang menyatakan UU Ciptakerja inkonstitusional/bertentangan dengan UUD 1945 meskipun dinyatakan secara bersyarat.

Arie Gumilar, Presiden FSPPB, mengatakan putusan MK tersebut telah membuktikan UU Ciptakerja di buat secara serampangan oleh DPR dan pemerintah terlebih UU Ciptakerja ini cenderung berpihak kepada investor/pengusaha dan mengesampingkan nasib pekerja.
“Sudah seharusnya pembuat Undang-Undang menyerap lebih banyak aspirasi pekerja/buruh terutama terhadap Undang-Undang yang memberikan dampak langsung kepada para buruh/pekerja,” kata Arie, Jumat(26/11).

Arie menyampaikan dengan putusan ini, maka tumbuh kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah Konstitusi, meski masih memberikan kesempatan kepada pemerintah dan DPR untuk memperbaiki UU Ciptakerja dalam jangka waku dua tahun.

“Kami FSPPB akan ikut mengawal proses perbaikan UU Ciptakerja apabila pemerintah berniat untuk memperbaikinya,” ujarnya.

Janses E Sihaloho, kuasa hukum FSPPB, menambahkan bahwa inkonstitusional bersyarat menjadikan DPR dan pemerintah dalam memperbaiki UU Cipta Kerja haruslah sesuai perintah Hakim Konstitusi, yaitu perlu adanya landasan hukum omnibus law, adanya partisipai publik yang bermakna, dan perubahan materi.
“Putusan MK ini sudah seharusnya menjadi pelajaran penting dan berharga agar pembuat Undang-Undang ke depan agar lebih profesional taat asas dan lebih menghargai partisipasi publik,” katanya.(RA).

Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya dalam perkara Nomor 107/PUU-XVIII/2020 telah mengabulkan Permohonan Uji Formil UU Cipta Kerja yang pada pokoknya menyatakan:
1. Pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan diucapkan”;
2. Undang-Undang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan;
3. Memerintahkan kepada pembentuk Undang-Undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka Undang-Undang Cipta Kerja menjadi Inkonstitusional secara permanen;
4. Apabila dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun pembentuk Undang-Undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan Undang-Undang Cipta Kerja maka Undang-Undang atau Pasal-Pasal atau Materi-Materi yang telah dicabut atau di ubah oleh Undang-Undang Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali;
5. Menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Cipta Kerja.