JAKARTA – Setelah sempat menyarankan untuk memenuhi kebutuhan solar dengan membeli ke PT Pertamina (Persero), pemerintah akhirnya kembali mengeluarkan surat rekomendasi impor bagi badan usaha swasta. Dengan surat tersebut maka badan usaha bisa mendapatkan izin impor dari Kementerian Perdagangan. Berdasarkan data pemerintah terkait rekomendasi impor yang diperoleh Dunia Energi, badan usaha yang akhirnya diberikan kesempatan untuk kembali melakukan impor solar adalah PT ExxonMobil Lubricant.

Berdasarkan surat tersebut, volume impor Exxon lebih besar dibanding rekomendasi yang diberikan sebelumnya. ExxonMobil Lubricant sebelumnya mendapatkan jatah impor untuk periode Januari hingga Desember 2018 hanya 226.100 Kilo Liter (Kl) . Kini kuotanya menjadi 800.320 KL, sehingga ada penambahan kuota sebesar 574.220 KL. Dalam data tersebut juga menunjukkan bahwa permintaan rekomendasi telah disampaikam manajemen ExxonMobil sejak Januari lalu.

Djoko Siswanto, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat dikonfirmasi mengakui adanya rekomendasi impor solar khusus untuk nonsubsidi bagi badan usaha swasta. “Iya (sudah tandatangan rekomendasi),” tukas Djoko di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (17/7).

Namun Djoko menolak membeberkan secara rinci badan usaha  mana yang mendapat perbaruan kuota impor ini. “Saya cek lagi, nanti saya lihat dulu,” ujar Djoko.

Djoko sebelumnya sempat mengakui bahwa pemerintah menyarankan badan usaha niaga BBM untuk membeli solar milik Pertamina, terlebih jika perusahaan migas pelat merah itu memiliki pasokan solar berlebih, dan bisa menjual sesuai mekanisme business to business.

Untuk itu, Kementerian ESDM akan menyeleksi pemberian rekomendasi izin impor solar bagi badan usaha dengan mempertimbangkan ketersediaan di dalam negeri. “Yang teken rekomendasi (impor) kan saya. Sebelum diteken, saya akan suruh negosiasi dulu dengan Pertamina. Selama barangnya ada bisa B to B,” kata Djoko.

Djoko mengklaim pembelian solar dari Pertamina bisa lebih efisien dibanding badan usaha harus mengimpor. Ditjen Migas merupakan institusi yang mengeluarkan rekomendasi impor sebelum badan usaja mendapatkan izin impor dari Kementerian Perdagangan. Karena itu sebelum mendapatkan rekomendasi Kementerian ESDM akan mendorong badan usaha melakukan negosiasi dengan Pertamina.

Mamit Setiawan, Direktur Eksekutif Energy Watch, mengatakan kebijakan untuk meminta badan usaha membeli solar dari Pertamina cukup baik, apalagi jika Pertamina mengalami surplus atau kelebihan stok solar. Dengan membeli solar Pertamina, maka secara tidak langsung bisa mengurangi impor migas.

“Dengan demikian CAD tidak terlalu besar di sektor migas. Kecuali produk yang tidak dimiliki oleh Pertamina maka badan usaha bisa membeli dari luar,” kata Mamit.

Untuk itu tetap harus diperhatikan kepentingan pelaku usaha yang sudah memiliki kontrak dengam pembeli solarnya dengan spesifikasi BBM yang bisa saja berbeda dengan yang diproduksi Pertamina.

“Nanti kalau barangnya tidak ada, tetapi ada demand siapa yang supply? Karena ini terkait dengan spesifikasi mesin, dikhawatirkan akan merusak mesin end user. Kecuali nanti Pertamina bisa meningkatkan spesifikasi untuk semua kebutuhan maka hukumnya wajib bagi badan usaha lain membeli produk dari Pertamina,” kata Mamit.(RI)