PEKANBARU- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meminta PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) fokus untuk ikut serta dalam proses divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk. Saham Vale yang harus didivestasi adalah sebesar 20% yang akan diambil oleh Inalum.

Fajar Harry Sampurno, Deputi Bidang Pertambangan Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, menegaskan aksi korporasi utama Inalum tahun ini menuntaskan akuisisi saham Vale.

“Kalau Inalum kan fokus ke Vale. Salah satu tujuan dibuat holding kan itu,” kata Fajar di Pekanbaru, Riau, Rabu (20/3).

Menurut Fajar, saat ini rencana Inalum untuk ikut serta dalam divestasi saham Vale masih menunggu jawaban dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada Vale yang telah resmi meminta persetujuan untuk melakukan proses divestasi secara business to business.

Persetujuan dari Kementerian ESDM penting untuk memastikan pembelian saham oleh Inalum dianggap sebagai divestasi yang sesuai dengan aturan.

“Kalau seumpamanya ESDM bilang diakui sebagai divestasi atau silahkan mulai divestasi, kami akan langsung, sama kayak dulu dengan Freeport Indonesia kan,” ungkap Fajar.

Menurut Fajar, pemerintah menganggap bahwa Inalum tidak akan terbebani rencana mengambil alih 20% saham Vale, meskipun pada akhir 2018 baru saja merogoh kocek hingga US$ 3,85 miliar untuk mengakuisisi sisa saham Rio Tinto dan Freeport McMoRan Inc di PT Freeport Indonesia sehingga menguasai 51%.

“Kenapa beban? kan dia (Inalum) dapat revenue baru (dari Vale), sama dengan Freeport. Freeport memberikan revenue buat dia (Inalum) kan,” katanya.

Vale diberikan tenggat waktu divestasi paling lambat pada 14 Oktober 2019 atau lima tahun setelah terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 sebagai perubahan ketiga PP No. 23 Tahun 2010.

Vale sebelumnya hanya wajib mendivestasikan saham sebanyak 40% sesuai PP Nomor 77 Tahun 2014. Dalam peraturan tersebut, perusahaan yang membangun smelter hanya wajib mendivestasikan sahamnya hingga 40%.

Namun setelah revisi keempat, PP No. 1 Tahun 2017 yang baru menyebutkan bahwa seluruh perusahaan penanaman modal asing (PMA) wajib mendivestasikan sahamnya hingga 51% setelah lima tahun berproduksi. Namun, Vale Indonesia menyatakan kewajibannya tetap 40% sesuai kontrak yang telah di amendemen.

Kementerian BUMN optimistis proses divestasi saham Vale tidak akan memakan waktu lama jika Inalum jadi mengakuisisi saham produsen nikel dalam matte tersebut.

Menurut Fajar, ada perbedaan dalam proses divestasi Freeport dan Vale. Jika di Freeport beberapa poin harus dibahas dan disepakati tidak hanya masalah harga tapi juga dari sisi pembangunan smelter, ataupun transisi lokasi pertambangan ke bawah tanah yang membutuhkan biaya ekstra besar, belum lagi perpajakan yang harus disepakati.

Sementara Vale Indonesia sudah memiliki smelter dan kegiatan operasional sudah stabil jadi yang dilakukan hanya membahas masalah valuasi.

“Kan kalo Freeport kan, ada smelter ada macam-macam, ini kan tidak. Smelter sudah ada, dan ini cuma saham, dia (Vale) sudah public company di indonesia, jadi tinggal valuasi harga, negosiasi,” kata Fajar.(RI)