JAKARTA – Penggunaan asuransi nasional untuk kegiatan ekspor batu bara tidak berjalan seperti yang diharapkan, pasalnya  asuransi nasional justru kembali memanfaatkan asuransi yang biasa digunakan pembeli batu bara.

Pandu Sjahrir, Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI),  mengungkapkan pada dasarnya pelaku usaha tidak menolak kewajiban penggunaan asuransi nasional, sehingga asuransi nasional bisa berkembang.

“Dalam praktiknya, unfortunately banyak sekali yang hanya menjadi passing saja. Service-nya dari luar, lalu asuransi nasional hanya ngambil seperti broker dengan menaikkan cost sedikit,” kata Pandu di Jakarta, Kamis malam (16/5).

Kenyataan seperti itu jelas tidak menodorong asuransi nasional untuk bisa bersaing dan tumbuh. Untuk itu, pemerintah diminta lebih serius mengupayakan para pelaku asuransi nasional untuk meningkatkan kualitas agar bisa berbicara di kancah internasional. Belum lagi sebagian produsen memilih untuk menggunan asuransi ganda, baik yang disediakan oleh importir maupun yang disediakan sendiri dari dalam negeri.

“Harus didorong supaya harga lebih kompetitif atau minimal sama dengan service yang sama baiknya juga,” tukasnya.

Permendag No. 82/2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu mewajibkan penggunaan kapal dan asuransi nasional untuk ekspor batu bara dan CPO dengan tujuan mendorong industri asuransi dan logistik nasional. Beleid yang diundangkan pada 31 Oktober 2017 itu awalnya akan dijalankan secara efektif enam bulan setelah terbit, yakni 1 Mei 2018.

Pelaku usaha sudah berulang kali melayangkan usulan agar penerapan aturan tersebut ditunda sambil menunggu kesiapan asuransi maupun industri kapal nasional.

Penggunaan kapal nasional memang akhirnya ditunda hingga 1 Mei 2020. Sementara untuk asuransi, setelah petunjuk teknis baru terbit pada 16 Januari 2019 waktu penerapan pada 1 Juni 2019.(RI)