JAKARTA – Shell berencana merambah bisnis gas alam cair (Liqufied Natural Gas/LNG) di Indonesia. Pasokan LNG  akan diiimpor dengan memanfaatkan stok yang dimiliki Shell dari luar negeri

Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan  Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan Shell sudah menyampaikan rencana tersebut kepada pemerintah, termasuk kepastian pasokan gas dari luar negeri. Namun, rencana yang disampaikan masih belum memuat sumber pasokan dan harga gas yang ditawarkan. Untuk itu, pemerintah akan segera memanggil pihak Shell untuk membahasnya lebih lanjut.

“Shell sudah mengajukan ke pemerintah untuk impor LNG. Shell dan partnernya. Nanti kami panggil mereka untuk presentasi,” kata Djoko di Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (17/7).

Shell, kata Djoko bersedia untuk membangun berbagai infrastruktur penunjang pengolahan gas jika diizinkan untuk impor gas.

“Kalau (Shell) diberikan izin, dia akan bangun fasilitas di sini. Dia akan bangun fasilitas besar, kemudian akan distributor dengan kapal-kapal kecil, tracking,” papar Djoko.

Peraturan Menteri ESDM Nomor 45 memungkinkan impor gas bagi pembangkit listrik. Itupun dengan catatan apabila harga gas impor lebih murah dari 14,5% harga ICP (Indonesia Crude Price).

Djoko meyakini Shell sebagai perusahaan migas besar memiliki strategi tersendiri sampai mau memasarkan gas di dalam Indonesia, meskipun supply untuk dalam negeri saat ini masih berlebih.Shell mengklaim sudah memiliki market tersendiri untuk bisnis gasnya.

“Masing- masing itu punya entrepreneur sendiri. Saya tanya, memang you sudah punya konsumen? Dia (Shell) jawab sudah,” kata Djoko.

Jika memang benar ada gas dari Shell dengan harga lebih terjangkau ketimbang harga gas yang dipasarkan sekarang di dalam negeri maka diharapkan bisa ikut menggerakkan penurunan harga gas, sehingga industri di dalam negeri seperti pupuk, petrokimia, listrik bisa dapat harga yang kompetitif. Namun pemerintah juga tetap akan memperhatikan kondisi lain, yakni kelebihan pasokan gas dari luar negeri tentu memimbulkan kekhawatiran akan tidak terserapnya gas yang diproduksi di dalam negeri.

“Ada positif dan negatif. Positifnya, kalau ternyata harga LNG di luar negeri lebih murah, maka harga gas di Indonesia akan sesuai market. Negatifnya, jangan sampai supply LNG dalam negeri tidak ada yang beli,” kata Djoko.(RI)