KRIS bergegas tinggalkan Yogja saat mengetahui Ebeg di kampungnya, Cilacap akan tampil. Remaja pelajar sekolah menengah atas itu begitu mencintai budaya daerahnya, tak ingin melewatkan setiap ada kesempatan. Ebeg bagi Kris adalah panggilan jiwa, begitu pun bagi masyarakat Cilacap, selalu tumpah ruah setiap kali ada pagelaran Ebeg.

Nama Ebeg atau Embeg dalam bahasa Jawa, Ebeg berarti lumping atau anyam-anyaman yang terbuat dari bambu. Ada beberapa versi mengenai sejarah asal usul kesenian Ebeg ini. Ada yang menjelaskan bahwa EbegĀ  adalah kesenian atau tarian yang menggambarkan latihan perang prajurit Mataram ketika melawan penjajah Belanda.

Ebeg di Cilacap, atau juga Kuda Lumping, juga Jathilan adalah khasanah budaya bangsa, dan ini menjadi salah satu media yang dipakai Wali Songo saat menyebarkan Islam di tanah Jawa. Akulturasi dua budaya, yang tidak ingin saling mengalahkan, tetapi menjadi cara untuk “memasuki”.

Selalu dimulai dengan doa keselamatan, walaupun seringkali dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat magis, tetapi terkandung nasihat pentingnya kita senantiasa melakukan kebaikan dan ingat dengan Sang Pencipta.

Perlu spirit dan butuh energi serta daya lentur sebuah perusahaan yang berani mengangkat budaya lokal tetap eksis dan melesat ke atas permukaan. Seperti mesin otomotif yang perlu pelumas untuk mengurangi gesekan semua komponen dalam mesin agar tidak aus sehingga kendaraan bergerak dengan sempurna, begitu pun dengan budaya lokal Ebeg, kehadiran CSR PT Pertamina Lubricant yang memproduksi pelumas bisa mendongkrak kuda lumping ini berjingrak dengan energi penuh.

Bila tidak kita pelihara, tidak mustahil akan ada yang mengakui Ebeg sebagai budaya bangsanya. (Teks dan Foto; Tatan Agus RST)