JAKARTA – Sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk melakukan transformasi bisnis ke arah green economy, PT Pertamina (Persero) mengejar target pemerintah dalam pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) 29% pada 2030 dengan usaha sendiri dan sebesar 41% dengan bantuan internasional.

Kementerian BUMN juga telah memperkenalkan kebijakan berkelanjutan yaitu “Gaya Hidup Ramah Lingkungan (Eco Lifestyle)”. Kebijakan tersebut bertujuan untuk menciptakan tempat yang lebih baik bagi masa depan generasi Indonesia melalui inisiatif energi hijau.

Kementerian BUMN terus mendorong Pertamina untuk melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk perusahaan global dalam pengembangan teknologi Carbon Capture and Utilization and Storage/CCUS.

Erick Tohir, Menteri BUMN, mengatakan kolaborasi CCUS merupakan langkah untuk mewujudkannya. Kemitraan ini sangat penting untuk mengurangi efek gas rumah kaca (GRK) dan meningkatkan kapasitas produksi gas minyak nasional.

Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, juga mengapresiasi dan mendukung upaya tersebut dengan mendorong kerja sama Pertamina dan Exxon Mobil dalam penerapan teknologi rendah karbon dan CCUS. Kolaborasi tersebut akan memperkuat kemitraan strategis yang berkelanjutan antara Pertamina dan Exxon Mobil yang telah terjalin sejak tahun 1970-an di sektor hulu dan juga di sektor hilir beberapa waktu lalu.

“Peluang yang dikaji kedua perusahaan di Indonesia, kombinasi dari kebijakan pemerintah yang tepat dan kolaborasi industri akan berpotensi memberikan dampak yang luar biasa di sektor-sektor yang menyumbang emisi tertinggi, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Asia Tenggara,”ujarnya.

Luhut menekankan, dalam rangka menghadapi perubahan iklim global, sangat penting untuk mengambil langkah-langkah pengurangan emisi gas rumah kaca untuk mengatasi peningkatan suhu global agar tidak melebih 1,5 derajat Celcius.

Nota kesepahaman kerja sama Pertamina dan Exxon Mobil dalam penerapan teknologi rendah karbon dan CCUS telah ditandatangani oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dan President Exxon Mobil Indonesia Irtiza H Sayyed, yang disaksikan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia, Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri BUMN Erick Thohir, beserta Wakil Menteri BUMN Pahala N Mansury dan Menteri ESDM Arifin Tasrif, Senin (1/11), pada KTT Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa di Glasgow, Skotlandia, yang berlangsung 1-10 November 2021.

Dalam kaitan pengurangan emisi, di sektor hulu, Pertamina telah menginisiasi beberapa proyek CCUS pada lapangan migas dengan potensi pengurangan karbon dioksida hingga 18 juta ton. Salah satu pengembangan teknologi CCUS dilakukan di Lapangan Gundih, Cepu, Jawa Tengah yang terintegrasi dengan teknologi Enhanced Gas Recovery (EGR) dan berpotensi mengurangi sekitar 3 juta ton CO2 dalam 10 tahun dan meningkatkan produksi migas. Proyek direncanakan beroperasi pada tahun 2026.

“Penerapan teknologi CCUS merupakan bagian dari agenda transisi energi menuju energi bersih yang tengah dijalankan Pertamina. Teknologi rendah karbon ini akan mendukung keberlanjutan bisnis Pertamina di masa depan,” ujar Nicke Widyawati.

Tantangan dalam pengembangan CCUS terletak pada nilai investasi yang besar dan nilai keekonomian yang belum ideal. Dalam menjawab tantangan ini, Pertamina terus melakukan sinergi dan kerja sama dengan berbagai perusahaan migas dunia sehingga dapat mengakselerasi implementasi CCUS melalui transfer Technology, joint development dan peningkatan capacity building.

Bersama Exxon Mobil, Pertamina akan mengembangkan penerapan teknologi rendah karbon untuk mencapai emisi net-zero dalam mempromosikan global climate goals. Teknologi CCS diaplikasikan melalui penerapan proses injeksi CO2 ke dalam lapisan subsurface untuk diterapkan pada depleted reservoir di wilayah kerja Pertamina, serta mengkaji potensi skema hubs and cluster.

Pertamina dan Exxon Mobil juga akan mengkaji terkait berbagi data technical subsurface yang diperlukan untuk penilaian subsurface formation sebagai tempat menyimpan CO2 dan karakteristik di lokasi tertentu di Indonesia. Kedua perusahaan juga akan mengkaji terkait berbagi data infrastruktur termasuk data pipa, fasilitas dan sumur untuk mengevaluasi penggunaan ulang infrastruktur yang ada untuk transportasi

Aplikasi teknologi ini juga dapat diterapkan pada produksi blue hydrogen yang di kombinasikan teknologi CCS. Aplikasi lainnya yang akan dikaji adalah CCUS yaitu pemanfaatan CO2 yang akan diubah menjadi produk bernilai tambah yang penerapannya dilakukan di industri hulu dan hilir migas.(RA)