SIDOARJO – Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) atau kewajiban pasokan dalam negeri yang selama ini diterapkan di batu bara dinilai pas jika diterapkan pada pemanfaatan gas. Hal ini dinilai bisa jadi salah satu strategi untuk meningkatkan pemanfaatan gas dalam negeri.

Rachmat Hutama, Sekretaris Perusahaan PT Perusahaan Gas Negara (PGAS), mengatakan kebijakan DMO khususnya bagi Liquefied Natural Gas (LNG) dinilai cocok diterapkan. Dengan adanya DMO akan ada kepastian pasokan.

LNG juga dianggap cocok untuk ditingkatkan penggunaannya lantaran cocok dikembangkan di tanah air yang memiliki geografis negara kepulauan.

“Dengan karakteristik cadangan-cadangan baru yang lebih cocok ditransportasikan dengan basis LNG dan uncommitted LNG yang belum terserap secara maksimal, tampaknya pasar domestik membutuhkan kebijakan DMO LNG agar konsumen domestik dapat diproteksi guna meningkatkan daya saing dengan pasar ekspor,” kata Rachmat di Sidoarjo, Kamis, (17/10).

Dengan adanya kebijakan DMO LNG, berbagai kebijakan untuk mendukung aturan itu juga bisa diterapkan salah satunya adalah menahan harga. Seperti halnya harga batu bara yang ditahan oleh pemerintah khusus untuk kebutuhan pembangkit listrik. Ini membuat harga listrik yang dihasilkan pembangkit batu bara menjadi kompetitif.

Dengan DMO LNG maka konsumen domestik bisa serap dengan keekonomian harga hilir yang lebih kompetitif juga. Harganya pun tidak disamakan dengan harga gas ekspor. “Ini untuk pengembangan LNG yang baru tapi. Kalau yang udah commited sekarang memang agak sulit,” kata Rachmat.

Usulan adanya DMO gas ini sebenarnya tidak hanya disuarakan oleh PGN, PT PLN (Persero) juga tidak jarang menyuarakannya. Terlebih gas menjadi salah satu bauran energi utama pembangkit listriknya setelah batu bara.

PGN mengklaim siap untuk penuhi pasokan gas, terlebih dengan adanya penambahan infrastruktur LNG Teluk Lamong di Jawa Timur yang nantinya juga diikuti dengan pembangunan fasilitas pipa sebagai pendukung.

Dalam membangun LNG terminal berkapasitas 40 BBTUD itu, PGN bekerja sama dengan dengan PT Pelabuhan Indonesia III (Persero). Pembangunan LNG Terminal yang terbagi dalam tiga fase itu ditargetkan bakal beroperasi akhir tahun ini dan rampung keseluruhan pada 2023 mendatang.

“Tahun ini LNG Terminal berkapasitas 40 mmscfd (million standard cubic feet per day) diharapkan dapat beroperasi. Total kapasitas 180 mmscfd beroperasi penuh pada 2023 mendatang,” ujar Rachmat.

Sementara fase kedua adalah pembangunan Terminal pengisian LNG skala kecil menggunakan ISO Tank ukuran 20-40 kaki container untuk mendistribusikan gas alam cair di luar sistem pipa ataupun menggunakan truk. Sedangkan fase ketiga yakni pembangunan tangki LNG permanen ukuran 50 ribu cbm dan dapat ditingkatkan hingga 180 ribu cbm.

LNG Terminal itu sangat penting untuk memenuhi kebutuhan gas di Jawa Timur. Keberadaan LNG Terminal di Teluk Lamong itu diharapkan jadi langkah antisipatif jika ada kendala terkait pasokan gas bumi di Jatim. Lantaran selama ini, pasokan gas di Jatim hanya mengandalkan sumur gas Kontrak Kerja Sama minyak dan gas di sekitar wilayah tersebut. (RA)