JAKARTA – Setelah ditetapkan  sebagai pengelola Blok Rokan pasca berakhirnya kontrak PT Chevron Pacific Indonesia pada 2021, PT Pertamina (Persero) akan langsung berkoordinasi dengan Chevron selaku operator saat ini untuk memulai berbagai proses transisi.

Syamsu Alam, Direktur Hulu Pertamina, mengatakan proses transisi diharapkan akan berlangsung dengan baik, sama seperti saat transisi Blok Mahakam. Beberapa poin transisi yang akan menjadi fokus adalah terkait dengan investasi, transisi pekerja maupun kontrak berbagai fasilitas dan peralatan.

“Bagusnya juga secepatnya kami bicara dengan Chevron seperti apa. Jadi kami concern jangan sampai ada kegiatan tertunda, sehingga nanti ke masalah produksi itu berkaitan investasi pekerja kesiapan kontrak orang macam-macam,” ujar Syamsu kepada Dunia Energi, Selasa (31/7).

Dalam proposal yang ada Pertamina sudah menyiapkan berbagai program yang diharapkan bisa menahan laju decline atau penurunan produksi secara alamiah, mengingat Blok Rokan merupakan salah satu blok migas yang berusia tua. Program EOR menjadi salah satu fokus yang akan dipersiapkan Pertamina dalam pengelolaan Rokan kedepan.

“Berdasarkan data yang kami bisa akses kemarin, dari situ masih ada beberapa peluang untuk paling tidak mengoptimalkan beberapa lapangan yang masih statusnya primary, secondary, tentu kita akan lanjutkan di sana,” kata Syamsu.

Pertamina secara mengejutkan mengungguli Chevron Pacific  dalam persaingan menjadi operator Blok Rokan, Riau pasca kontraknya habis pada 8 Agustus 2021. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menilai proposal yang diajukan  Pertamina jauh lebih baik dibanding proposal pengelolaan yang disodorkan  Chevron.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, mengungkapkan keputusan penetapan operator blok Rokan pasca 2021 murni berdasarkan keputusan teknik komersial yang dilakukan tim evaluasi wilayah kerja migas terminasi. Proposal dari masing-masing perusahaan baru kembali masuk pada Selasa sore (31/7) dan langsung dilakukan evaluasi lanjutan. Hasilnya, Pertamina mampu ungguli apa yang ditawarkan Chevron.

“Setelah melihat proposal yang dimasukan pada hari ini. Jam 5 sore, pemerintah melalui menteri ESDM menetapkan pengelolaan blok Rokan mulai 2021 selama 20 tahun kedepan akan diberikan kepada Pertamina,” kata Arcandra, Selasa.

Dia mengatakan beberapa pertimbangan yang menjadi unggulan Pertamina adalah dari sisi signature bonus atau bonus tanda tangan Pertamina sanggup membayar US$784 juta atau sekitar Rp 11,3 triliun. Komitmen kerja pasti dalam lima tahun sebesar US$500 juta atau Rp7,2 triliun.

“Potensi pendapatan negara selama 20 tahun kedepan sebesar US$57 miliar atau sekitar Rp 825 triliun,” ungkap Arcandra.

Meskipun tidak mau membeberkan berapa penawaran yang diajukan Chevron, menurut Arcandra berdasarkan hasil evaluasi penawaran dari perusahaan asal Amerika Serikat itu masih jauh dibawah penawaran yang diajukan Pertamina. “Penawaran Chevron jauh dibawah penawaran Pertamina,” kata dia.

Blok Rokan masih menjadi blok dengan potensi migas terbesar di tanah air, karena berdasarkan data yang dihimpun pemerintah bahwa saat ini cadangan yang bisa diproduksikan  dari Blok Rokan berkisar antara 500 juta hingga 1,5 miliar barel ekuivalen, tanpa harus melakukan kegiatan Enhance Oil Recovery (EOR).

Amien Sunaryadi, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengungkapkan setelah Pertamina  ditetapkan sebagai pengelola, maka selanjutnya menuangkan poin-poin ketentuan yang sudah disepakati tim evaluasi ke dalam term and condition kontrak. Setelah kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC)  ditandatangani, proses selanjutnya adalah proses transisi yang harus dikawal secara ketat.

“Fokus berikutnya adalah kerja sama Chevron sebagai existing dan Pertamina sebagai future contractor untuk melakukan kegiatan-kegiatan transisi sampai 2021 guna menjaga tingkat produksi supaya tidak turun,” kata Amien.(RI)