JAKARTA – PT PLN (Persero) menyatakan Bahan Bakar Nabati (BBN) berupa Fatty Acid Methyl Ester (FAME) esterifikasi dari minyak nabati seperti Crude Palm Oil (CPO) tidak bisa digunakan sepenuhnya atau 100% (B100) oleh Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD).  Zulkifli Zaini, Direktur Utama PLN, mengatakan hasil uji coba penggunaan B100 menunjukkan penggunaan CPO 100% berdampak buruk terhadap mesin – mesin pembangkit. Saat ini PLTD PLN menggunakan bahan bakar HSD dan B20/B30.

“Pengujian pada mesin PLTD PLN yang sudah ada, jika menggunakan CPO menghasilkan emisi 1,5 – 2 kali dari emisi normal dan meningkatkan kerak pada mesin, sehingga dapat merusak mesin,” kata Zulkifli dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR, Selasa (28/1).

Menurut Zulkifli, setelah dilakukan pengujian dengan CPO, timbul kerusakan pada komponen mesin PLTD. Untuk itu, PLN pun meminta agar ada pengkajian ulang dalam rencana peningkatan pemanfaatan CPO untuk pembangkit tenaga listrik. Penggunaan CPO lebih disarankan untuk mesin-mesin khusus yang bisa menyerap BBN. “Rencana penggunaan CPO sebaiknya diterapkan pada mesin diesel yang didesain khusus untuk bahan bakar CPO (nabati),” katanya.

Pemerintah sebelumnya menyatakan PLN melakukan uji coba di empat PLTD diantaranya PLTD Batakan 50 megawatt (MW) di Balikpapan, Kalimantan Timur. PLTD Supa di Pare-Pare berkapasitas 62 MW dan PLTD Kanaan di Bontang, Kalimantan Timur dengan kapasitas pembangkit listrik sebesar 10 MW. Selain PLTD, pembangkit tenaga gas juga direncanakan bisa menggunakan CPO satu pembangkit yang disiapkan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Jayapura dengan kapasitas 10 MW di Papua.

Dalam catatan PLN ada beberapa temuan kerusakan mesin yang terjadi saat penggunaan CPO 100% seperti pengotoran atau terbentuknya deposit pada nozzle. Kemudian terbentuknya deposit keras pada cylinder head, lalu adanya goresan pada dinding liner.

Berdasarkan data PLN, penggunaan CPO sebanyak 20% sudah dilakukan beberapa tahun yang lalu. Penggunaan B20 pada 2015 sudah mencapai 974 ribu kiloliter (KL). Pada 2016 meningkat menjadi 1,94 juta KL. Setahun kemudian penggunaan B20 turun menjadi 1,5 juta KL. Pada 2018 atas aturan pemerintah penggunaan B20 ditingkatkan menjadi B30 sehingga pemanfaatannya kembali meningkat menjadi 1,64 juta KL. Kemudian pada 2019 serapan B30 menjadi 2,15 juta KL.(RI)