JAKARTA – Kekosongan jabatan direktur utama definisi berdampak serius terhadap kinerja operasi PT Pertamina (Persero). Pertamina dinilai tidak leluasa atau fleksibel menjalankan strategi di tengah perkembangan investasi di industri migas saat ini.

Amien Sunaryadi, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Khusus Hulu Migas (SKK Migas), mengatakan kinerja beberapa anak perusahaan Pertamina hingga semester I kurang menggembirakan karena masih meleset dari target yang dicanangkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Data realisasi lifting migas hingga semester I tahun ini menunjukkan kinerja anak perusahaan Pertamina yang masuk dalam jajaran kontributor migas terbesar di tanah air  meleset dari target. PT Pertamina EP mencatat realisasi lifting hanya 70.031 barrel oil per day (BOEPD) minyak atau 81,6% dari target 85.869 BOPD.

PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) dari target 48.271 BOPD yang terealisasi 96,1% atau  46.376 BOPD. Lalu PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Offshore North West Java (ONWJ) dengan realisasi sebesar 30.489 BOPD atau 92,4% dari target 33.000 BOPD.

Untuk lifting gas juga ada beberapa anak usaha Pertamina yang tidak mencapai target. Lifting dari PHM hanya 916 juta kaki kubik per hari ( MMSCFD) atau 83,3% dari target sebesar 1.100 MMSCFD. Lalu Pertamima EP sebesar 816 MMSCFD meleset tipis dari target 832 MMSCFD. Serta PHE WMO sebesar 125 MMSCFD atau  92,9% dari target 135 MMSCFD.

Menurut Amien, SKK Migas sudah melakukan berbagai pengawasan di perusahaan, misalnya dengan mengirimkan ahli seperti di Jatibarang Field Pertamina EP untuk membantu menganalisis data lapangan.

“Level kerja working tim SKK Migas sudah mengawasi Pertamina misalnya Jatibarang, ada VP SKK Migas yang ditugaskan khusus, analisis disana. VP lain bantu Pertamina EP secara keseluruhan,” kata Amien di kantor SKK Migas Jakarta, akhir pekan lalu.

Namun Amien mengingatkan kondisi yang ada di Pertamina tidak serta merta akibat kondisi fasilitas yang atau masalah teknis lainnya, seperti kondisi sumur yang sudah tua. SKK Migas sudah akan menyampaikan berbagai usulan strategis ke Kementerian ESDM, namun akan sulit diimplementasikan selama manejemen Pertamina belum lengkap.

“Kontrol direksi Pertamina tidak mudah untuk dilakukan selama masih Plt. Data sumur tidak lengkap. semoga bisa ambil keputusan yang strategis dan cepat,” tukasnya.

Amien mencontohkan dalam pengelolaan delapan blok migas yang telah diberikan ke Pertamina sampai sekarang belum juga memiliki partner. Padahal dengan partnership permasalahan biaya bisa dikurangi.  “Pemerintah  bisa leluasa lakukan investasi. Keputusan eksisting partner, farm out itu tidak bisa dengan cepat karena configurasi Pertamina masih belum final,” tandas Amien.(RI)