JAKARTA – Rencana PT Pertamina (Persero) melepas blok migas untuk dikembalikan ke pemerintah atau dikerjasamakan dengan mitra pengelola dinilai wajar dilakukan. Dengan cara itu Pertamina bisa fokus memprioritaskan sumber dayanya untuk mengelola blok migas yang memberikan kontribusi jelas terhadap perusahaan dan negara.

Salis S. Aprilian, praktisi dan pengamat migas, mengungkapkan tidak ada yang salah jika Pertamina mengembalikan blok migas ke pemerintah maupun bekerja sama dengan mitra. Sejak mulai masuknya Blok Mahakam menjadi bagian dari Pertamina memang perlu dilakukan “desentralisasi” pengelolaan hulu migas Pertamina kepada BUMD atau perusahaan swasta nasional yang kompeten mengelola lapangan migas dengan selektif.

Menurut Salis, Pertamina dapat melakukan evaluasi, re-visit data, dan screening (funneling) aset-aset mana yang memiliki risiko rendah, medium dan tinggi dengan pendapatan (gain) yang tinggi, sedang atau rendah

“Pemetaan itu selanjutkan menjadi keputusan penting manajemen, apakah aset tersebut akan dikelola sendiri, dikerjasamakan, atau dikembalikan ke pemerintah,” kata Salis kepada Dunia Energi, Kamis (15/10).

Salis mengatakan dasar hukumnya  sudah jelas ada dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Hulu Migas disebutkan pada Pasal 7 bahwa (1) Kontraktor wajib mengembalikan sebagian wilayah kerja secara bertahap atau seluruhnya kepada menteri melalui badan pelaksana, sesuai dengan kontrak kerja sama. Pada ayat 2, selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (I), Kontraktor dapat mengembalikan sebagian atau seluruh wilayah kerja kepada menteri melalui badan pelaksana sebelurn jangka waktu kontrak kerja sarna berakhir. Ayat (3) kontraktor wajib mengembalikan seluruh wilayah kerja kepada menteri melalui badan pelaksana, setelah jangka waktu kontrak kerja sama berakhir.

Menurut Salis, yang juga mantan Direktur Utama PT Pertamina EP , untuk memulai rencananya maka yang dilakukan Pertamina adalah melakukan due diligence semua aset yang dimiliki, kemudian melakukan langkah prioritasi. Beberapa wilayah kerja Pertamina yang tersebar di berbagai wilayah dengan puluhan ribu sumur yang sudah dibor perlu dievaluasi dan dibandingkan dengan potensi pada area kerja yang akan segera berakhir masa kontraknya tersebut yang akan segera dikelola Pertamina (seperti Blok Rokan).

Wilayah kerja mana yang masih menjanjikan menyimpan cadangan dan produksi migas yang ekonomis harus segera diidentifikasikan. Dengan demikian, besarnya aset plus potensinya dan risiko yang ada dapat dipetakan dengan lebih seksama.

“Langkah selanjutnya adalah Pertamina melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah dan/atau swasta nasional untuk dapat mengelola aset yang semakin bertambah dengan lebih efektif dan efisien. Program Kerjasama Operasi (KSO) yang selama ini dijalankan Pertamina dapat diteruskan dengan pengendalian yang lebih baik,” ungkap Salis.

Pertamina saat ini mengelola sekitar 60% blok migas yang ada di Indonesia, namun dari 60% itu hanya 20% yang memberikan kontribusi besar terhadap produksi migas nasional. Sisanya merupakan blok dengan produksi rendah dan tidak memberikan kontribusi maksimal dan hanya menguras biaya.

Beberapa anak usaha Pertamina tercatat sebagai deretan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) penyumbang produksi migas teratas. Sebut saja PT Pertamina EP, Pertamina Hulu Mahakam, Pertamina Hulu SangaSanga, Pertamina Hulu Kalimantan Timur, PHE ONWJ, PHE OSES. Deretan tersebut akan bertambah dengan mulai dikelolanya Blok Rokan pada Agustus 2021 oleh Pertamina Hulu Rokan.

Fajriyah Usman, Vice President Corporate Communication Pertamina, mengakui rencana pengembalian sebagian blok migas saat ini masih dibahas. Rencana tersebut dikaji dalam rangka mengoptimalkan kinerja hulu migas Pertamina. “Saat ini sedang dievaluasi terhadap beberapa blok migas yang berskala kecil untuk mungkin dapat dikerjasamakan dengan pihak lain,” kata Fajriyah.

Transparansi

Sejalan dengan evaluasi rencana pengembalian atau pelepasan blok migas kurang produktif maka pemangkasan birokrasi mesti dilakukan. Desentralisasi sistem pengelolaan aset dengan lebih transparan dapat segera diterapkan. Pemberdayaan orang-orang setempat (yang bertempat tinggal di sekitar daerah operasi) lebih dilibatkan. Melalui in-house training dan coaching Pertamina, perusahaan daerah diharapkan dapat meningkatkan kapasitas dan kinerjanya. Pekerja Pertamina
dapat mewariskan pengalaman dan pengetahuan pada generasi muda di daerah.

“Dengan demikian tidak ada kegamangan perusahaan nasional (BUMN) untuk dapat dengan cepat mengalihkan pengelolaan assetnya ke perusahaan daerah dan swasta nasional,” ujar Salis.

Salis menambahkan semua itu terseleksi dengan baik melalui KSO atau dalam bentuk lain seperti Joint Operating Body di bawah pengawasan Pertamina, Kementerian ESDM, BUMN, dan Kementerian Keuangan.

“Jika kerja sama dan alih kelola itu terjadi dengan baik, maka Pertamina, sebagai perusahaan nasional, dapat lebih difokuskan untuk menangani wilayah kerja yang besar peninggalan KKKS multinasional dan mengelola aset yang kian tumbuh di luar negeri,” kata Salis.(RI)