JAKARTA – PT Arutmin Indonesia menyatakan siap memenuhi syarat dari pemerintah agar pengajuan perpanjangan kontraknya bisa disetujui. Salah satunya dengan melakukan hilirisasi batu bara.

Ezra Sibarani, General Manager Legal and External Affairs Arutmin, mengungkapkan dari sisi mitra pemerintah, Arutmin menyambut positif keputusan aturan main perpanjangan kontrak perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) di dalam perubahan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara yang baru saja disahkan DPR. Namun, dia menambahkan pada dasarnya perusahaan tidak otomatis mendapatkan perpanjangan kontrak dan berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Banyak syarat yang harus dipenuhi, baik teknis maupun nonteknis, termasuk yang paling utama adalah kewajiban hilirisasi batu bara.

“Ya kami menyambut baik karena Revisi UU tersebut mengkonfirmasi hak perpanjangan dan jangka waktu sebagaimana yang sudah tercantum dalam PKP2B dan PP 77/2014. Sebenarnya tidak langsung (dapat perpanjangan), karena kan harus ada evaluasi dari Kementerian ESDM terlebih dahulu untuk aspek administrasi, finansial, teknis dan lingkungan,” kata Ezra kepada Dunia Energi, Rabu (20/5).

Menurut Ezra, Arutmin juga sudah menyiapkan road map hilirisasi yang disampaikan kepada pemerintah. “Sudah (disampaikan), sekarang masih proses evaluasi. Kami akan menyiapkan mengenai hal ini (hilirisasi), tapi belum bisa saya share infonya,” ungkap dia.

Arutmin juga belum tentu mendapatkan hak pengelolaan wilayah tambang dengan luasan yang sama seperti sebelumnya. Karena itu juga tergantung dari hasil evaluasi pemerintah. “Itu (luasan) kami masih menunggu hasil evaluasi, sekarang itu 57 ribu hektar,” ujar Ezra.

RUU Minerba memberi jaminan perpanjangan operasi bagi pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Dalam Pasal 169A disebutkan KK dan PKP2B yang belum memperoleh perpanjangan dijamin mendapatkan dua kali perpanjangan masing-masing untuk jangka waktu 10 tahun. Sedangkan bagi KK dan PKP2B yang telah memperoleh perpanjangan pertama dijamin mendapatkan perpanjangan kedua dalam bentuk IUPK paling lama 10 tahun.

Pasal tersebut hingga kini juga sebenarnya masih menjadi polemik lantaran dianggap terlalu mengakomodir kepentingan para perusahaan tambang swasta. Di sisi lain aturan itu membuat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kehilangan kesempatan untuk mengelola bekas tambang PKP2B yang telah habis kontraknya.

Irwandy Arif, Staf Khusus Menteri ESDM, menjelaskan perpanjangan kontrak yang penting tidak otomatis. Perpanjangan kontrak haru melalui evaluasi dengan persyaratan tertentu. “Tidak ada yang otomatis, tanpa evaluasi. Semua kontrak perjanjian penuhi syarat, syarat itu misalnya dia nggak melakukan good mining practice dan lingkungan. Menteri bisa menolak jika tidak memenuhi persyaratan,” kata Irwandy.

Menurut Irwandy, ada juga contoh kasus ketika pemerintahan tidak berikan perpanjangan kontrak lahan tambang itu justru menjadi rusak dan tidak ada yang merehabilitasi karena digarap tambang ilegal. Hal-hal itu juga menjadi perhatian dalam evaluasi.

“Ada hal-hal proses diperpanjang kemudian dibatalkan semua tambang tergenang air, yang tidak tergenang air digarap yang tidak berizin,” kata dia.

Kemudian dalam evaluasi nanti juga akan diprioritaskan tentang penerimaan negara. Pemerintah sebelum berikan perpanjangan kontrak akan terlebih dulu pastikan adanya peningkatan penerimaan negara dengan memberikan hak perpanjangan kepada perusahaan

“Salah satu syarat uu peningkatan peneriaman negara misalnya royalti akan naik, harus diatur semua supaya negara menikmati investasi karen dia tidak menjual cadangannya,” kata Irwandy.(RI)