JAKARTA – Inpex Corporation berharap tidak ada lagi perubahan dalam keputusan rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) Blok Masela. Inpex secara resmi telah menerima persetujuan PoD dari pemerintah ditandai dengan pengembalian dokumen rencana pengembangan kepada Inpex yang disaksikan langsung Presiden Joko Widodo.

Takayuki Ueda, Direktur Utama Inpex,  mengatakan kepastian dalam berbisnis di proyek sebesar Masela sangat penting,  terlebih proyek tersebut akan dikerjakan dalam jangka panjang untuk pembangunan fasilitas dan produksi.

Dia berharap apa yang sudah disepakati antara pemerintah dan Inpex sekarang ini bisa bertahan hingga kontrak yang telah ditandatangani selesai.

“Ini kan proyek long term, masih ada FEED, FID, EPC dan produksi. Kami harapkan rezim fiskal jangan diganti. Kalau sudah produksi diganti akan negatif ke kami. Kalau konsisten terjadi sesuatu, kami yang akan menanggung risiko,” kata Takayuki dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (16/7).

Di proyek Masela, Inpex akan mengelola hingga 2055. Masa kontrak tersebut adalah komulatif perpanjangan tambahan kontrak selama tujuh tahun sebagai kompensasi dari kajian yang sempat dilakukan Inpex. Kemudian 20 tahun lainnya sudah diberikan oleh pemerintah berbarengan dengan persetujuan PoD melalui amandemen Production Sharing Contract (PSC). Hingga kontraknya berakhir nanti perusahaan asal Jepang itu masih tetap akan menggunakan rezim cost recovery.

Total kapasitas produksi gas yang akan diproduksi oleh Inpex setiap tahun sebesar 10,5 juta metrik ton dengan rincian sebanyak 9,5 juta MT per tahun untuk gas alam cair  (Liquefied Natural Gas/LNG) dan sebanyak 150 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) disuplai untuk kebutuhan domestik. Selain itu, Lapangan Abadi juga memproduksi kondensat dengan produksi rata-rata per hari 35 ribu barel per hari (bph) yang akan mulai berproduksi ditargetkan pada  2027.

Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengatakan proyek Masela merupakan proyek energi terbesar di sektor migas Indonesia sampai saat ini. Nantinya multiplier effect yang akan ditimbulkan paling berdampak adalah dari sisi industri petrokimia yang gencar digenjot oleh pemerintah.

“Akan ada proses mencari investor untuk petrokimia ini. Tadi disampaikan bahwa revenue yang bisa di-collect sampai 2055 adalah sekitar US$137 miliar. Cukup besar. inilah dampaknya pada keekonomian nasional,” kata Dwi.(RI)