JAKARTA – PT Pertamina (Persero) tidak akan terlalu aktif dan memiliki porsi besar dalam pembangunan Kilang Petrokimia Balongan. China Petroleum Corporation (CPC) Taiwan yang akan aktif dalam produksi, pengolahan hingga pemasaran produk petrokimia nantinya.

Ignatius Tallulembang, Direktur Megaproyek dan Petrokimia Pertamina, mengatakan strategi Pertamina untuk pengembangan kilang menjadikan petrokimia sebagai salah satu fokus. Pasalnya, kedepan kebutuhan petrokimia diperkirakan akan meningkat.

Penunjukkan CPC Taiwan bukan tanpa alasan. CPC sudah dikenal sebagai salah satu perusahaan terdepan dalam industri petrokimia internasional. Kehadiran CPC diharapkan bisa jadi pintu masuk bagi Pertamina untuk ikut bersaing.

“Mereka (CPC Taiwan) pemain kuat di petrokimia, cukup kuat. Pemasaran mereka bagus,” kata Tallulembang di Jakarta, belum lama ini.

Tallulembang mengatakan dalam bisnis petrokimia harus memiliki strategi marketing tersendiri. Ini tidak lepas dari konsumen dan bisnisnya sedikit berbeda dengan industri migas. Tapi potensi pasar petrokimia justru akan semakin tumbuh ke depan. Karena itu pengalaman dari mitra sangat penting.

“Jadi mitra kita ini diharapkan akan dapat berperan aktif. Karena perdagangkan petrokimia ini perlu trik-trik khusus. Jadi kami perlu partner yang bagus finansial dan marketing,” ungkapnya.

Kerja sama Pertamina dan CPC Taiwan dilakukan dalam bentuk pembangunan pabrik naphtha cracker dan unit pengembangan sektor hilir petrokimia berskala global di Indonesia.

Total perkiraan biaya investasi yang diperlukan untuk membangun seluruh komplek kilang petrokimia baru mencapai US$6,5 miliar. Nantinya pabrik naphtha cracker diharapkan akan memproduksi paling sedikit satu juta ton ethylene per tahun dan membangun unit hilir yang akan memproduksi produk turunan kilang lainya untuk memenuhi kebutuhan industri dunia, khususnya di Indonesia.

Menurut Tallulembang,  proyek petrokimia di Balongan berbeda dengan RDMP, tapi nantinya lokasi pembangunannya tidak akan jauh dari lokasi RDMP Balongan.

Beberapa tahapan pembangunan kilang yang harus dilakukan tahun ini di antaranya adalah menyelesaikan pre Feasibility Study (FS), kemudian memulai Bankable Feasibility Study (BFS), memulai pengurusan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) serta reklamasi lahan. Proyek ini diharapkan rampung dan kilang mulai beroperasi pada 2026.

Kebaradaan kilang petrokimia Balongan akan mampu mendongkrak kapasitas pengolahan minyak di Indonesia secara signifikan. Selain kilang petrokimia Balongan, beberapa proyek kilang lain juga tengah dikerjakan.

Saat ini kepasitas pengolahan petrokimia Pertamina hanya sebesar 700 kiloton per annum (ktpa). Akan tetapi kapasitasnya akan meningkat secara bertahap seiring rampungnya megaproyek kilang terdiri dari dua kilang baru yakni Tuban dan Bontang, serta ada empat kilang eksisting yang direvitalisasi yakni kilang Balikpapan, Cilacap, Balongan dan Dumai.

“Kalau sudah rampung 2026 nanti kita akan bisa produksi sekitar 6.600 ktpa produk petrokimia,” kata Tallulembang.(RI)