JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merilis daftar 10 perusahaan kontributor limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) terbesar yang dihasilkan dari kegiatan operasi produksi minyak dan gas selama 2018.

Iwan Prasetya Adhi, Sekretaris Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM, mengungkapkan kontributor terbesar limbah B3 adalah PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) dengan wilayah tercemar di Blok Rokan. Salah satu faktor penyebab Chevron menjadi penyumbang limbah terbesar adalah wilayah kerja yang luas. Serta kondisi sumur-sumur di Rokan yang sudah tua.

“Karena wilayah luas, apalagi sudah dari zaman Belanda kan, jadi kumulatif berton-ton itu (limbah),” kata Iwan saat ditemui disela Rapat Dengar Pendapat tentang pengelolaan limbah dengan Komisi VII DPR di Jakarta, (21/1).

Ada tiga kategori limbah yang dihasilkan perusahaan migas, dan tergolong dalam limbah B3. Pertama adalah tanah terkontaminasi, limbah sisa produksi, lalu ada limbah sisa operasi.

Chevron di Blok Rokan menghasilkan limbah B3 terbanyak dengan kategori tanah terkontaminasi yang mencapai 27.275,6 ton . Serta limbah sisa operasi sebanyak 3.515 ton.

Di posisi kedua sebagai kontributor limbah terbanyak adalah PT Pertamina EP dengan jumlah tanah terkontaminasi sebanyak 1.992 ton, dan limbah sisa operasi 1.283 ton. Serta limbah sisa produksi merupakan yang terbanyak yakni 15.182 ton. Di posisi ketiga adalah PT Pertamina Hulu Mahakam, anak perusahaan Pertamina yang baru untuk mengelola Blok Mahakam dengan limbah sisa operasi sebesar 239,3 ton dan limbah sisa produksi 13.252 ton.

Satu hal menarik adalah pengelolaan limbah di Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu yang dikelola Exxonmobil Cepu Ltd. Meskipun menjadi salah satu yang produsen minyak terbesar, limbah yang dihasilkan sedikit. Untuk tanah terkotaminasi 3,31 ton kemudian limbah sisa operasi sebanyak 102,9 ton dan limbah sisa produksi sebanyak 88,6 ton.

Biaya Pengelolaan

Untuk mengatasi limbah B3, Chevron harus menggelontorkan biaya pengelolaan untuk tanah terkontaminasi sebesar US$3,2 juta. Serta untuk limbah sisa operasi sebesar US$1,4 juta

Pertamina EP juga mengucurkan dana untuk mengatasi tanah terkontaminasi sebesar US$ 581 ribu kemudian untuk limbah sisa operasi dan limbah sisa produksi masing-masing sebesar US$ 466 ribu dan US$ 2,5 juta.

Pertamina Hulu Mahakam menghabiskan dana untuk pengelolaan limbah sisa operasi dan sisa produksi masing-masing sebesar US$ 153 ribu dan US$ 1,5 juta.

Menurut Iwan, total limbah yang dihasilkan kesepuluh perusahaan migas selama 2018 adalah sebesar 70.197,35 ton dengan perincian tanah terkontaminasi sebesar 30.987,51, limbah sisa operasi sebesar 6.081,22 ton dan limbah sisa produksi 33.128,62 ton.

Total pembiayaan tanah terkontaminasi mencapai US$4,2 juta kemudian limbah sisa operasi sebesar US$ 2,7 juta dan limbah sisa produksi jumlah biaya yang digelontorkan mencapai US$ 5,1 juta. “Jadi total biayanya untuk pengelolaan limbah B3 sebanyak US$ 12 juta,” tandas Iwan.(RI)

Berikut daftar 10 perusahaan penyumbang limbah terbesar

1. PT Chevron Pacific Indonesia total limbah B3 sebanyak 30.790,6 ton
2. PT Pertamina EP total volume limbah B3 sebesar 18.457 ton
3. PT Pertamina Hulu Mahakam, limbah B3 sebesar 13.491.3 ton
4. Petrochina Internasional Jabung Ltd, limbah B3 sebesar 5.003,8 ton
5. PT Pertamina Hulu Sanga Sanga, limbah B3 sebesar 1.483,8 ton
6. ConocoPhillips (Grissik) Ltd, limbah 269 ton
7. Medco E&P Natuna, limbah B3 sebesar 253,7 ton
8. Exxonmobil Cepu Ltd, limbah B3 194,81 ton
9. Pertamina Hulu Energi OSES Ltd, limbah B3 sebesar 152,5 ton
10. Pertamina Hulu ONWJ limbah B3 sebesar 100,6 ton