JAKARTA– PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), anak usaha Chevron Corp, perusahaan minyak dan gas multinasional yang tercatat di Bursa New York, dinilai tidak memiliki niat baik dalam proses transisi alih kelola blok Rokan dengan PT Pertamina (Persero). Hal ini terutama dalam kaitannya menahan penurunan produksi minyak yang kemungkinan besar terjadi saat masa transisi.

Gus Irawan Pasaribu, Wakil Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, mengungkapkan Chevron seharusnya membuka pintu bagi Pertamina dan mengizinkan Pertamina melakukan pengeboran karena bertujuan agar produksi tidak terganggu. Ketika produksi blok Rokan tidak terganggu, dampaknya juga akan terasa bagi produksi minyak nasional.

“Ini soal itikad. Chevron tidak punya iktikad baik. Mestinya Chevron buka pintu untuk Pertamina bisa masuk untuk pengengeboran sumur baru,” Gus Irawan kepada Dunia Energi di Jakarta, Kamis (23/1).

Salah satu alternatif Pertamina untuk berinvestasi terutama pengeboran adalah dengan mengambil Participating Interest (PI) milik Chevron di blok Rokan. Hal ini terjadi lantaran perusahaan asal paman sam itu tidak kunjung berikan lampu hijau Pertamina mengebor.

Padahal skema sederhana bisa dijalankan pengboran sumur di blok Rokan tetap dilakukan dengan pendanaan dari Pertamina. Pasalnya pihak Chevron sudah tidak lagi lakukan pengeboran sejak tahun 2018.

Menurut Gus, pemerintah harus segera turun tangan untuk mengatasi masalah ini karena taruhannya adalah produksi dan lifting minyak nasional.

“Yang eksisting biar tetap jalan sampai berakhirnya kontrak pemangku kepentingan harus turun tangan untuk menyelesaikan ini,” kata Gus.

Fahmy Radhi, pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, yang juga mantan tim anti mafia migas, turut menyesalkan kondisi Pertamina yang belum juga bisa implementasikan transisi di Rokan.

“Pilihan membeli PI (participating interest) untuk mempercepat bor blok Rokan kurang tepat. Alasannya, Pertamina mengeluarkan dobel financing, membeli PI dan membiayai investment expenditures untuk bor sumur baru,” kata Fahmy.

Apalagi, menurut Fahmy, tidak ada jaminan, setelah diambil alih dengan pembelian PI, lifting minyak juga akan langsung meningkat. “Pengalaman Pertamina mengambil alih Blok Mahakam justru lifting turun sejak dikelola Pertamina,”ujarnya.

Fahmy menilai alternatif terbaik dalam masa transisi ini adalah Pertamina membiayai investasi pengeboran sumur baru, operasional dilakukan secara berasama antara Chevron dan Pertamina.

“Sembari dilakukan proses alih teknologi hingga 2021. Setelah itu, Pertamina sepenuhnya sebagai operator tunggal,” tegas Fahmy.

Tajudin Noor, Sekretaris Perusahaan Pertamina, mengatakan beberapa mekanisme transisi masih terus dibahas baik di internal Pertamina maupun dengan CPI. Salah satu cara yang bisa dilakukan agar Pertamina bisa intervensi di Rokan adalah dengan melakukan akuisisi saham atau hak partisipasi (PI) blok Rokan.

“Kami masuk untuk ambil PI Chevron agar kami jadi bagian korporasi itu,” kata Tajudin.

Menurut Tajudin, secara aturan memang cukup sulit bagi Pertamina untuk berinvestasi di Rokan pada masa transisi karena kontrak Chevron di Rokan baru selesai pada 8 Agustus 2021.

“Kalau Pertamina mengeluarkan dana sebelum kami early chip in di sana agak susah karena memang aturannya kami harus chip in dulu. Ini yang masih dalam pembicaraan untuk kita bisa early chip in di sana (Rokan),” jelas Tajudin. (RI)