JAKARTA – Pemerintah berencana menerbitkan aturan tentang kewajiban untuk menyediakan cadangan operasional BBM. Aturan tersebut nantinya ditujukan tidak hanya untuk PT Pertamina (Persero), namun juga badan usaha lainnya yang menjalankan kegiatan niaga BBM.

Henry Achmad, Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas),  mengatakan sudah sepatutnya badan usaha yang mendapatkan izin berniaga BBM memiliki kewajiban untuk memiliki cadangan operasional BBM. Jadi beban tersebut tidak hanya diberikan kepada Pertamina.

Saat ini rata-rata cadangan operasional Pertamina adalah 21 hari. Harusnya bisa diikuti juga oleh badan usaha lainnya yang kini tercatat berjumlah 150 Badan Usaha.

“Mestinya mereka diwajibkan juga. jadi intinya kalau mau dagang BBM dia harus punya duit. Kalau cuma jadi trader ya enggak usah. Jadi jangan bebannya kepada Pertamina saja. badam usaha selain Pertamina juga diwajibkan,” kata Henry di Gedung DPR, Selasa (15/9).

Saat ini usulan tersebut sedang dibahas dan diharapkan bisa segera menjadi bentuk peraturan yang dikeluarkan menteri berupa Peraturan Menteri (Permen) ESDM.

Menurut Henry, dalam diskusi bersama Pertamina juga sempat mengusulkan agar kewajiban cadangan operasional tidak sampai seperti sekarang melainkan hanya 11 hari.

Henry menilai usulan tersebut cukup bisa dipahami lantaran besarnya investasi yang mengendap jika harus mencadangkan BBM selama 21 hari.

“Dari diskusi-diskusi mereka gambarannya sanggup 11 hari. Bayangkan saja kalau 21 hari, itu satu hari dia hampir Rp 1 triliun, 21 hari berarti Rp 21 triliun, itu hanya mengendap saja,” jelas Henry.

Meskipun dari sisi waktu berkurang,  dia berharap dengan begitu maka badan usaha lainnya juga bisa mengikuti Pertamina untuk menyediakan cadangan operasionalnya cukup untuk 11 hari.

“Kami maunya jangan hanya Pertamina doang dong, semua badan usaha yang terlibat dalam niaga BBM harus terlibat cadangan nasional,” tegas Henry.

Menurut Henry, kewajiban untuk menyediakan cadangan operasional tidak hanya berhubungan dengan cadangan nasional tapi minimal untuk memastikan kredibilitas badan usaha yang melakukan niaga BBM di Indonesia.

“Kalau dagang kan harus punya cadangan 5-6 hari supaya dagangannya nggak terlambat untuk pasok kepada konsumen. Itu cadangan operasi,” tegas Henry.

M Fanshurullah Asa, Kepala BPH Migas, mengungkapkan sudah beberapa kali menyampaikan pentingnya cadangan BBM nasional, termasuk agar badan usaha memiliki cadangan BBM operasional. Namun, pemerintah masih menahan soal mandatori ini lantaran dinilai bakal menjadi beban badan usaha. Padahal cadangan bahan bakar diperlukan untuk ketahanan energi nasional, utamanya di saat terjadi bencana alam.

Indonesia saat ini hanya memiliki cadangan operasional Pertamina yang diklaim sebagai cadangan nasional. Padahal, negara-negara lain telah memiliki cadangan bahan bakar nasional, apakah cukup untuk 30 hari atau bahkan 90 hari.

BPH Migas berinisiatif untuk memanfaatkan dana iuran BPH Migas untuk membangun tangki penyimpanan sehingga bisa ada cadangan BBM nasional. Namun, pihaknya tidak bisa bergerak tanpa aturan yang diterbitkan pemerintah. “Dengan dana BPH Migas Rp1,3 triliun bisa dibuat depo-depo dan mewajibkan badan usaha mengisi ini. Tetapi ini mesti ada keputusan menteri dulu,” kata Fanshurullah.(RI)