JAKARTA – DPR dan pemerintah dinilai tidak perlu membentuk badan baru jika Omnibus Law jadi disahkan menjadi Undang-Undang. Dalam salah satu pasal di Omnibus Law Cipta Kerja ada ketentuan untuk membentuk Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMN K) sebagai pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi menggantikan peran yang selama ini dijalankan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas).

Pri Agung Rakhmanto, Pengamat Migas dari Universitas Trisakti, mengatakan Pertamina dan SKK Migas sama-sama bisa menjadi alternatif untuk ditunjuk sebagai BUMN Khusus tersebut. Hal itu lebih menguntungkan, dan efisien dibanding harus membentuk badan baru.

“Iya (lebih efisien), kalau Pertamina dijadikan super holding migas, lebih sampe.  Badan usaha ini merupakan bagian dari Pertamina. Tapi kalau tidak ada super holding migas, tidak harus ke Pertamina, bisa SKK Migas yang ditransformasikan menjadi BUMN Khusus dengan restrukturisasi tentunya,” kata Pri kepada Dunia Energi, Rabu (19/2).

Menurut Pri, dengan BUMN Khusus sebagai pelaksana, maka kontrak migas menjadi lebih sesuai dengan kelaziman bisnis, yaitu business to business.

“Implikasinya akan membuka ruang perbaikan. Arahnya benar dan positif,” kata dia.

Implikasi yang dimaksud misalnya dari sisi perpajakan dimana untuk bisnis hulu migas dapat diberlakukan kembali prinsip Assume and Discharge.

Selanjutnya, perubahan status ini juga membuka lebih banyak skema kontrak kerja sama (production sharing contract/PSC) yang dapat diterapkan, tidak hanya skema biaya investasi yang dapat dikembalikan atau cost recovery dan bagi hasil kotor atau gross split.

Menurut Pri, perubahan status ini mempermudah pengambulan keputusan, mengingat badan pemerintah dan badan usaha memang berbeda.

“Selain itu juga akan ada fleksibilitas dalam opsi-opsi menangani masalah perizinan,” ujar Pri Agung.

Wisnu Prabawa Taher, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas,  mengatakan SKK Migas  siap menjalankan keputusan pemerintah terkait pelaksanaan kegiatan usaha hulu migas ke depannya. “SKK Migas akan mengikuti dan menjalankan hasil pembahasan legislasi antara DPR dan pemerintah,” ujar Wisnu.

SKK Migas kata dia akan melakukan upaya terbaik dalam menjalankan peran dan fungsi yang selama ini menjadi tugasnya. Sehingga, sektor hulu migas dapat berkontribusi optimal bagi negara. Saat ini, industri hulu migas menghasilkan penerimaan kotor sekitar US$90 juta per hari.

“SKK Migas yakin dengan Omnibus Law Cipta Kerja, kepastian huku pengusahaan hulu migas semakin jelas, iklim investasi akan semakin kondusif, dan diharapkan nilai investasi hulu migas dapat terus meningkatkan,” kata Wisnu.

Penggantian SKK Migas dengan Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMNK) merupakan bagian dari pasal 41 yang tertulis adanya perubahan dengan penambahan terhadap beberapa ketentuan dalam UU No 22 Tahun 2001 tenang Minyak dan Gas Bumi.

Pasal 4A (1) Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sebagai Pemegang Kuasa Pertambangan.

Kemudian pasal 4A (2) Pemerintah Pusat sebagai pemegang Kuasa Pertambangan dapat membentuk atau menugaskan Badan Usaha Milik Negara Khusus sebagai pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.

Lalu pasal 4A (3) Badan Usaha Milik Negara Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab kepada Pemerintah Pusat. (4) Badan Usaha Milik Negara Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi melalui kerja sama dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.

Selanjutnya, (5) Pemerintah Pusat menetapkan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang akan bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4). Lalu, pada (6) Kerja sama antara Badan Usaha Milik Negara Khusus dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan berdasarkan Kontrak Kerja Sama.(RI)