JAKARTA – Rencana pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMN-K) sebagai pengganti Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) kembali bergulir. Nantinya badan khusus tersebut akan dimasukkan dalam draf Rancangan Undang – Undang Cipta Kerja yang saat ini dalam pembahasan.

Mulyanto, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR yang juga anggota Komisi VII DPR,  mengungkapkan BUMN-K sebaiknya hanya khusus menangani sektor hulu migas tidak ke sektor hilir, karena di sektor hilir sudah ada BPH Migas dan PT Pertamina (Persero) sebagai pelaksana (doers).

“Pertamina sebagai BUMN yang juga bergerak di sektor hulu migas, tetap eksis dan mendapat previlege dalam usaha hulu migas,” kata Mulyanto, Senin (7/9).

Menurut Mulyanto, pembentukan badan usaha penyelenggara kuasa pertambangan  harus diawasi super ketat. Sebab lembaga ini memiliki wewenang yang sangat luas yaitu sebagai tugas regulator sekaligus pelaksana (doers).

Mulyanto menilai sebenarnya pembentukan BUMNK, pengganti fungsi dan peran BP Migas itu sudah agak terlambat. Jadi perlu digesa pembentukannya.

“Namun, perlu kehati-hatian terkait aspek pengawasan terhadap badan yang sangat powerfull ini, dan sekiranya lembaga tersebut dibentuk, maka perlu pengawasan super ketat, agar pelaksanaan tugasnya sesuai dengan amanah yang diberikan serta tidak terjadi penyimpangan,” kata Mulyanto.

Lebih lanjut dia, sesuai amanat MK ini organ negara yang menjadi penyelenggara kuasa pertambangan migas tersebut bertindak sebagai “regulator” dan “doers” sekaligus.

Mulyanto mengatakan untuk menindaklanjuti keputusan MK dan memperkokoh kelembagaan penyelenggara kuasa pertambangan di sektor hulu migas, RUU Cipta Kerja membentuk BUMN-K untuk menggantikan SKK Migas.

“Dalam draft RUU Cipta Kerja, bentuk kelembagaan BUMN-Khusus ini masih belum jelas,” kata Mulyanto.(RI)