JAKARTA– PT Bukit Asam Tbk (PTBA), emiten pertambangan batu bara yang juga subholding BUMN Pertambangan di bawah PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), memproyeksikan penjualan batu bara kalori tinggi atau high calorie value (HCV) sepanjang 2019 mencapai 3,9 juta metrik ton. Sebagian besar dari trget penjualan HCV Bukit Asam tahun ini sudah memperoleh kontrak jal beli.

“Pasar utama batu bara kalori tinggi Bukit Asam selain domestik juga untuk ekspor dengan tujuan utama Jepang dan Filipina serta Srilangka dan Malaysia,” ujar Suherman, Sekretaris Perusahaan Bukit Asam di Jakarta, baru-baru ini.

Suherman mengatakan hingga April 2019, penjualan batu bara berkalori tinggi perusahaan mencapai 526 ribu ton atau 6% terhap total penjualan batu bara keseluruhan.

Bukit Asam mengembangkan tambang kalori tinggi sejak awal semester II 2018. Saat ini, Bukit Asam fokus mengoptimalkan cadangan tambang eksisting karena jumlah sumber daya dan cadangan tertambang batu bara yang dikelola perusahaan dinilai masih cukup besar.

“Cadangan tertambang batubara HCV sekitar 9% dari total cadangan tertambang,” katanya.

Sepanjang kuartal I 2019, Bukit Asam mencatatkan pendpatan Rp5,34 triliun, turun 7,13% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp5,75 triliun dipicu penurunan harga jual.

Penjualan batu bara untuk pasar ekspor menjadi penyumbang utama dengan porsi 50% diikuti penjualan batu bara domestik 46% dan penjualan listrik, briket, minyak sawit mentah, jasa kesehatan rumah sakit, serta jasa sewa sebesar 4%.

Berbanding lurus dengan pendapatan, laba bersih sepanjang kuartal I 2019 juga turun 21,38% dari Rp1,45 triliun menjadi Rp1,14 triliun. Lebih tingginya penurunan laba bersih dibandingkan pendapatan salah satunya disebabkan naiknya beban pokok penjualan hingga 12%.

Harga batu bara terus tertekan sejak kuartal IV 2018. Harga jual rata-rata batu bara Bukit Asam pada kuartal I/2019 turun sebesar 13% dari Rp887.883 per ton menjadi Rp772.044 per ton. Penurunan tersebut disebabkan oleh pelemahan harga batu bara Newcastle sebesar 7 persen maupun harga batu bara thermal Indonesia (Indonesian Coal Index/ICI) GAR 5.000 sebesar 24% dibandingkan dengan kuartal I 2018. (RA)