JAKARTA – Pengembangan blok Masela membutuhkan biaya besar dan teknologi yang tidak dimiliki oleh semua perusahaan migas. Keluarnya Shell dari proyek Masela tentu menimbulkan kekhawatiran keberlanjutan proyek tersebut.

Hilmi Panigoro, Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), mengungkapkan blok Masela merupakan blok yang memiliki keunikan dan kompleksitas tersendiri sehingga tidak semua perusahaan bisa mengembangkannya. Menurut dia Shell memiliki pengalaman serta teknologi yang mumpuni untuk kembangkan potensi migas laut dalam seperti di Masela. Sepeninggal Shell nanti tentu harus dicari perusahaan yang memiliki kemampuan setara.

“Masela ini secara resources sangat menarik, masalahnya ini kan laut dalam. Laut dalam itu saya sudah bilang sebelumnya perlu kemampuan organisasi dan know-how?, dan teknologi. yang mumpuni utk develop itu. Nah yang punya itu perusahaan-perusahaan besar, ya kemarin di situ ada Shell, mungkin Exxon mungkin juga ENI, kita perlu mereka,” ungkap Hilmi ditemui disela IPA Convention and Exhibition 2022, Jumat (23/9).

Menurut dia perusahaan migas asal Indonesia belum ada yang mampu untuk bisa menjadi operator ataupun menyediakan teknologi yang dibutuhkan.

“Kan ada diskusi mengenai IOC major oil company, Indonesia itu masih perlu untuk mendevelop lapangan seperti itu,” ungkap Hilmi

Seperti diketahui PT Pertamina (Persero) didorong oleh pemerintah untuk bisa mengakuisisi hak partisipasi atau Participating Interest (PI) yang akan dilepas oleh Shell.
Bahkan Medco juga disebut-sebut memiliki minat untuk terlibat dalam proyek Masela.

Hilmi menilai baik Pertamina maupun Medco belum memiliki teknologi untuk memproduksikan migas dari laut dalam. Termasuk Inpex yang merupakan operator Masela saat ini. Menurut Hilmi Shell memiliki peran kunci di proyek Masela karena memiliki teknologi untuk memonetisasi cadangan migas laut dalam.

“Karena kalau Medco, Pertamina even Inpex nggak punya. Inpex tidak pernah menjadi operator untuk mendevelop lapangan di laut dalam. Mereka punya resources itu, tapi untuk mengembangkan saya pikir mereka perlu strategic partner yang punya kemampuan,” ujar Hilmi.