JAKARTA– PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai hari ini (Senin, 20/1) resmi menghapus pencatatan sham PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN). Perusahaan tambang terintegrasi itu dinyatakan delisting per Jumat (17/1) pekan lalu atau emiten pertama yang dihapus pencatatannya dari bursa pada tahun ini.

Pengumuman potensi delisting ini diikuti oleh pengumuman penghapusan pencatatan pada 10 hari kemudian. Menurut Bloomberg, transaksi terakhir saham BORN adalah pada 29 Juni 2015 dengan harga Rp 50 per saham.

Berdasarkan keterbukaan informasi yang dirilis BEI, penghapusan saham BORN menyusul penghentian perdagangan saham (suspend) Borneo sejak 4 Mei 2015. Penghentian perdagangan saham kembali diberlakukan di pasar negosisi pada 9 Mei 2019.

“Bursa menghapus saham perusahaan tercatat yang akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai,hanya diperdagangkan di pasar negosiasi dalam 24 bulan terakhir,” menurut pernyataan BEI.

BEI telah mengumumkan potensi delisting emiten yang bergerak di bidang pertambangan terintegrasi pada 6 Desember 2019.

Sebelum penghapusan pencatatan, BEI membuka suspend perdagangan saham BORN hanya di pasar negosiasi selama 20 hari. Saham BORN bisa ditransaksikan di pasar negosiasi hingga 17 Januari 2020 atau pekan lalu.

Ada dua alasan BEI menghapus pencatatan saham BORN, yaitu perusahaan mengalami kondisi atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh terhadap kelangsungan usaha baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka. Di luar itu, perusahaan tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai. “Saham Borneo Lumbung Energy juga sudah disuspend sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir,” menurut keterbukaan informasi BEI.

Setelah delisting, BORN tidak lagi memiliki kewajiban sebagai perusahaan tercatat. Tapi delisting ini tidak menghapus kewajiban-kewajiban yang belum dipenuhi Borneo Lumbung ke BEI. Borneo yang masih merupakan perusahaan publik juga tetap wajib memperhatikan kepentingan pemegang saham publik dan mematuhi ketentuan mengenai keterbukaan informasi dan pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan.

Berdasarkan laporan keuangan terakhir, perusahaan membukukan kerugian yang diatribusikan kepada pemilik entitias induk sebesar US$8,06 juta per kuartal III 2018. Padahal, per kuartal III 2017, perusahaan masih membukukan laba US$ 56,5 juta.

Nilai aset juga turun ke angka US$ 964,9 juta per kuartal III 2018, dari US$ 989,08 juta per akhir 2017, meski liabilitas bisa ditekan ke angka US$ 1,68 miliar dari US$ 1,7 miliar. (RA)