JAKARTA – Manajemen PT PLN (Persero) mengklaim kondisi keuangan perusahaan dalam kondisi baik dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Permasalahan debt service coverage ratio (DSR ratio) dinilai merupakan hal biasa dalam dunia korporasi.

“Saya juga kaget kenapa orang kaget, karena sebetulnya tidak ada yang perlu dikagetkan. Itu hal yang sangat biasa, di dalam ketentuan kreditur para pemberi pinjaman kadang-kadang suka bilang, kamu DSR-nya harus sekian, 1,5 kali. Jadi kenapa DSR 1,5 kali, kita punya kewajiban cicilan sama bunga harus didukung oleh 1,5 kali revenue (pendapatan),” ujar Sofyan Basir, Direktur Utama PLN, Rabu (27/9).

Menurut Sofyan, saat ini PLN mempunyai plafon Rp 30 triliun pinjaman yang setiap saat dapat digunakan, termasuk untuk membayar utang. Selain itu, PLN mempunyai tagihan subsidi tertunda sekitar Rp 18 triliun dan yang tahun ini bisa mencapai Rp 51 triliun.

Surat dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kepada Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM merupakan hal yang biasa dilakukan setiap tahun.

“Kementerian Keuangan biasa mengingatkan. Biasanya itu disampaikan secara lisan. Hati-hati ya Pak Dirut jangan sampai nanti rationya turun dari 1,5, iya sudah begitu saja,’ ungkap Sofyan.

Hal senada diungkapkan Menteri ESDM Ignasius Jonan. Menurut dia, kondisi keuangan PLN masih terkendali. Jika terjadi masalah dengan keuangan perusahaan, penyedia listrik terbesar milik negara itu akan langsung melaporkannya ke Kementerian Keuangan dan Presiden.

“Kalau kondisi keuangan PLN menuju lampu kuning, saya kira Menteri BUMN dan saya akan melaporkan ke Presiden dan Menteri Keuangan. Ini kondisinya aman, terkendali,” tegas Jonan.

Sarwono Sudarto, Direktur Keuangan PLN, menyebutkan selama periode tiga tahun terakhir utang PLN mencapai Rp 58 triliun, tetapi investasi yang didapat PLN untuk periode yang sama sebesar Rp 145 trilun. Artinya dana PLN lebih besar daripada utang.

“Semua utang PLN dibayar on time tidak ada yang ditunda. Kalau menurut saya itu hanya mengingatkan saja, kita anggap itu normal saja, hati-hati ya kamu jalan, kan begitu saja, itu wajar saja,” kata Sarwono.

PLN sendiri lanjut Sarwono, telah memiliki perencanaan dalam pembayaran utang jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan dalam pemenuhan kewajiban PLN. Bahkan perseroan telah merencanakan hingga tiga puluh tahun kedepan.

“PLN sudah merencanakan pembayaran utangnya tidak hanya tahun depan, namun hingga tiga puluh tahun kedepan itu sudah diproyeksi. Jadi begitu kita punya utang, jatuh temponya kapan, bunganya kapan kami punya likuiditas rescue, kita jaga. Jadi kekhawatiran gagal bayar itu tidak ada,” tutur Sarwoto.

Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam surat per tanggal 19 September 2017 menyoroti kondisi keuangan PLN yang dianggap berisiko tinggi gagal bayar terhadap utang yang dimiliki. Hal ini disebabkan beban dan kewajiban tidak sebanding dengan pendapatan yang diterima perusahaan dari berbagai sumber penerimaan yang ada.

Sri Mulyani bahkan merekomendasikan adanya evaluasi terhadap target pengerjaan proyek 35 ribu MW yang banyak menyedot kas PLN.

Rofi Munawar, Anggota Komisi VII DPR, mengungkapkan peringatan Menteri Keuangan menegaskan adanya kekhawatiran terhadap kinerja PLN sebagai tulang punggung dalam program 35 Ribu MW.

“Bahwa program ambisius tersebut tidak berdasarkan perencanaan yang matang sehingga realisasinya tidak sesuai dengan target yang diinginkan. Disisi lain situasi tersebut tidak diimbangi dengan kinerja keuangan yang memadai sehingga berpotensi memberikan kerugian terhadap negara,” kata Rofi kepada Dunia Energi.

Rofi pun meminta ada evaluasi kepada PLN oleh Kementerian BUMN dan ESDM dengan rumusan yang tepat terhadap kinerja PLN, sehingga pada akhirnya tidak menimbulkan risiko yang lebih besar terhadap kinerja ketenagalistrikan nasional.

“Saya pikir potensi gagal bayar sudah sepantasnya diketahui oleh Kementerian BUMN dan ESDM, bagaimanapun PLN secara kinerja operasi dan korporasi berinduk pada dua kementerian teknis tersebut. Apa yang disampaikan oleh Menkeu tentu saja mengkonfirmasi kondisi terkini atas beragam potensi yang terjadi,” tandas Rofi.(RI)