JAKARTA – Pemerintah berencana untuk menghilangkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang selama ini mengkaji tentang penggunaan nuklir di tanah air. Selanjutnya BATAN akan dilebur menjadi satu dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sebuah badan baru hasil dari penerbitan UU Cipta Kerja.

Namun demikian tidak sedikit yang menilai bahwa rencana tersebut justru sebagai langkah mundur dari rencana pemerintah untuk memanfaatkan nuklir sebagai tenaga listrik.

Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR, mengatakan peleburan BATAN ke BRIN bertentangan dengan rencana pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Menurut dia BATAN adalah lembaga promosi nuklir. Pemerintah tidak boleh membubarkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) untuk menggabungkannya ke dalam BRIN.

“Itu bisa melanggar UU. No. 10/1997 tentang Ketenaganukliran. Karena BATAN bukan sekedar lembaga Litbang, tetapi adalah Lembaga Pelaksana yang memiliki tugas pokok untuk mempromosikan dan memanfaatkan ketenaganukliran di Indonesia,” kata Mulyanto, Sabtu (24/4).

Dia menpertanyakan badan mana yang akan menjalankan amanat undang-undang Ketenaganukliran kalau BATAN ini dibubarkan. Padahal waktunya sudah mendesak bagi pemerintah untuk mempersiapkan diri go nuclear. Indonesia sudah cukup berpengalaman dan mampu mengelola reaktor riset nuklir. Pengalaman itu sudah dipelajari sejak tahun 60-an, baik pada reaktor Bandung, reaktor Yogya dan reaktor GA Siwabessy di Puspiptek Serpong.

“Dari sisi SDM pun sudah cukup lumayan banyak, baik yang dididik dalam program nuklir di UI, UGM dan ITB atau dalam Sekolah Tinggi Teknik Nuklir (STTN), BATAN sendiri. Angkatan pertama dan kedua SDM nuklir ini sebagian sudah pensiun,” ungkap Mulyanto.

Mulyanto menilai pengembangan listrik nuklir ini sangat tepat, ketika recovery Covid-19 selesai dan kita akan menggenjot sektor industri. Karena daya terpasang listrik nuklir sangat besar, dapat di atas 1000 MW per unit pembangkit.

Selain itu, karena penggantian bahan bakarnya yang relative jarang, (masa guna bahan bakar nuklir di dalam reaktor antara 3 – 6 tahun), maka listrik nuklir lebih stabil sepanjang tahun.

Karen itu, listrik nuklir menjadi pilihan yang tepat untuk dioperasikan pada beban dasar (base load) jaringan listrik.

Mulyanto optimistis, Indonesia mampu go nuklir, apalagi kalau harga listrik dari PLTN ini dapat mencapai di bawah US$7 sen $ per kilo Watt hour (kWh) sesuai BPP (biaya pokok pembangkitan) PLN.

Berdasarkan hasil Sidang Paripurna Dewan Energi Nasional (DEN) yang langsung dipimpin Presiden Jokowi memutuskan untuk mempersiapkan segala sesuatunya terkait dengan introduksi PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) di Indonesia. Menristek bersama Menteri ESDM sebagai Anggota DEN dari unsur Pemerintah menyampaikan keputusan tersebut Selasa 20/4/2021.

Dalam tingkat yang lebih teknis, Kementerian ESDM sebelumnya sudah memasukkan listrik nuklir dalam Grand Skenario Energi Nasional (GSEN) sebagai bahan untuk penyusunan RUEN (rencana umum energi nasional), yang akan segera diterbitkan DEN (Dewan Energi Nasional).(RI)