JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meminta agar sektor industri tidak membangun pembangkit listrik sendiri dan harus disinkronisasikan dengan rencana penyediaan listrik PT PLN (Persero).

Erick Thohir, Menteri BUMN, mengatakan pemerintah dan BUMN harus berkoordinasi dalam membuat rencana, termasuk dalam penyediaan pembangkit listrik. Ia mencontohkan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) agar tidak tergesa-gesa membangun pembangkit sendiri dan berkoordinasi dalam penyediaan pasokan listrik dengan PLN.

“Kemarin meeting PLN-Inalum, tolong jangan bikin power plant sendiri. Ini kita sinkronkan ke Pelindo 3 juga jangan sampai di industrial bikin power plant. Kami sudah panggil, setop, tolong kerja sama,”kata Erick di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (21/2).

Menurut Erick, anjuran dan permintaan ini harus dijalankan agar pembangkit listrik yang sudah terlanjur dibangun melalui proyek 35 ribu megawatt (MW) bisa diserap. Proyek tersebut juga sebenarnya sudah dievaluasi dan mundur dari jadwal awal lantaran tidak tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berimbas pada pertumbuhan konsumsi listrik.

Kedepan dalam perencanaan pembangunan, termasuk pembangkit listrik harus ada koordinasi antar lini. Erick menyebut telah berkoordinasi dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) agar industri juga bisa menyerap listrik dari 35 ribu MW. Sehingga, penundaan penyelesaian proyek tidak terlalu lama.

“Alhamdulillah duduk dengan kepala BKPM, Kementerian ESDM dan Kemenperin bahwa 35 ribu MW yang dicanangkan PLN karena pertumbuham  kebutuhan listrik tidak 7% sekitar 3,5%, jadi delay. Kami kementerian sepakat gimana tidak delay, kalaupun delay nggak kelamaan,” ungkap Erick.

Selama ini kata Erick ternyata koordinasi dan sinkronisasi rencana pembangunan kawasan industri tidak berjalan dengan optimal. Alhasil industri justru kerap kali memilih membangun pembangkit khusus di kawasan industri dibanding menyerap listrik PLN.

“BKPM mapping ada kebutuhan listrik di daerah-daerah industri. Ternyata di situ ada izin bangun pembangkit listrik juga. Ini kan tidak lihat di satu peta loh yang bangun power plant swasta. Kemarin sepakat semua satu mapping. Kalau target (pertumbuhan konsumsi listrik) 7% jadi 3,5%, jangan delay lama-lama toh Indonesia pasti perlu listrik,” kata Erick.

Dalam data Kementerian ESDM, hingga 2019 program 35 ribu (MW) yang telah beroperasi hingga akhir 2019 mencapai 14% dengan kapasitas sebesar 5.071 MW.

Sementara yang masih dalam tahap konstruksi yakni sebesar 62% atau sebesar 21.825 MW. Sedangkan yang telah berkontrak namun belum konstruksi sebesar 20% atau 6.878 MW. Kemudian yang dalam masa pengadaan 2% atau 829 MW dan masih dalam perencanaan sebesar 2% atau 734 MW.(RI)