JAKARTA – Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) memberi batas waktu hingga awal 2019 kepada PT Bakrie&Brothers Tbk untuk menyerahkan revisi desain proyek pembangunan pipa gas Kalimantan Jawa (Kalija) II. Desain baru pipa Kalija II yang telah disepakati yakni menghubungkan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.

Saat ini desain dari pembuatan proyek pipa baru diselesaikan 50% karena baru meliputi wilayah Kalimantan Selatan.

“Bakrie sedang buat beberapa kajian terkait demand, supply, calon off taker dan sebagainya agar pipa feasible. Setelah itu baru diajukan kembali ke BPH Migas. Idealnya akhir tahun ini atau awal tahun depan,” kata Jugi Prajugio, Anggota Komite BPH Migas kepada Dunia Energi, Senin (15/10).

Bakrie&Brothers berencana mengubah desain pipa gas Kalija II yang membentang dari dari Kalimantan ke Jawa menjadi pipa gas Trans Kalimantan.

Kalija II awalnya dibangun dengan tujuan untuk mengalirkan gas bumi dari Pulau Kalimantan ke PuIau Jawa. Namun karena ada perubahan parameter keekonomian maka desain proyek tersebut diubah.

Bakrie akan mulai menjalankan proyek tersebut setelah memperoleh gas sales agreement (GSA) dan gas transportation agreement (GTA) berikut ketersediaan Iahan jalur pipa dan perizinan.

Saat ini baru pipa yang berada di wilayah Kalimantan Selatan saja yang sudah selesai kajian pembangunannya.

Menurut Jugi, potensi pembeli gas sudah ada. Ini tidak lepas dari dukungan pemerintah daerah yang ikut mempromosikan pemasaran gas untuk industri di wilayahnya.

“Untuk Kalsel sudah FGD, ada potensi pasar dan sudah dapat support dari Pemprov setempat. Untuk Kalsel sudah ada potensi serapan yaitu sekitar 140 MMSCFD hingga 2030. Itu kajian dari konsultan,” ungkap Jugi.

Bakrie&Brothers memperoleh proyek pipa gas Kalimantan Jawa pada 27 Juli 2006. Proyek Kalija terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama, sudah mendapatkan gas dari Lapangan Kepodang.

Untuk proyek Kalija II yang menghubungkan Bontang, Kalimantan Timur-Mangkang, Semarang, Jawa Tengah sejauh 1.155 Kilometer (Km) masih terkendala pasokan gas dan tidak ada calon pengguna gas.

Sementara sebagai perusahan pengangkut gas atau shipper nantinya kemungkinan besar akan ditunjuk Pertagas Niaga.

“Alokasi akan diberikan kepada shipper atau konsumen langsung yang punya potensi sebagai shipper, yakni Pertagas Niaga,” tandas Jugi.(RI)