Bachtiar Abdul Fatah.

Bachtiar Abdul Fatah.

JAKARTA – Keterangan saksi dalam persidangan kasus bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) semakin menguak fakta bahwa Bachtiar Abdul Fatah tidak terlibat dalam proyek yang sedang dikriminalkan Kejaksaan Agung itu.

Seperti dituturkan saksi Syafrul, karyawan PT Sumigita Jaya selaku kontraktor PT CPI dalam proyek bioremediasi, Bachtiar yang saat ia mengerjakan processing di fasilitas bioremediasi menjabat General Manager SLS Minas, tidak pernah memberikan perintah terkait pelaksanaan kegiatan pengolahan limbah bekas minyak tersebut.   

Syafrul yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis, 29 Agustus 2013, mengaku bekerja untuk PT Sumigita Jaya sejak 2006-2013 sebagai koordinator lapangan. Dalam rentang waktu tersebut, pekerjaan yang dilakukannya adalah processing di empat Soil Bioremediation Facilities (SBF) di lapangan CPI Minas, Riau.

Meski demikian, lanjut Syafrul, selama melaksanakan pekerjaan bioremediasi PT CPI, ia tidak pernah mendapatkan perintah dari terdakwa Bachtiar Abdul Fatah. Saksi mengaku bertemu dengan Bachtiar selaku GM SLS Minas secara rutin, hanya dalam meeting bulanan tentang keselamatan kerja.

“Dalam acara itu semua kontraktor diundang dan diberikan pesan mengenai keselamatan kerja berdasarkan SOP (Standard Operating Procedure) yang ada,” jelas saksi Syafrul seraya menyatakan pernah pula bertemu Bachtiar saat datang ke lokasi pengerjaan bioremediasi bersama Tim dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Kesaksian Syafrul di depan persidangan ini semakin menguatkan bahwa Bachtiar memang tidak terkait maupun bertanggung jawab terhadap proyek bioremediasi CPI. Pada 27 November 2012 lalu, Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan juga yang telah membebaskan Bachtiar dari statusnya sebagai tersangka, karena dinilai tidak terkait dengan kasus bioremediasi.

Terkait soal ini, Corporate Communication Manager Chevron, Dony Indrawan membenarkan bahwa kasus Bachtiar ini seharusnya tidak ada, mengingat keputusan pra-peradilan PN Jakarta Selatan bersifat final dan mengikat.

“Pengadilan secara resmi telah menutup kasus Bachtiar terkait proyek bioremediasi ini. Kami memahami bahwa menurut hukum di Indonesia, kasus Bachtiar ini tidak dapat dibuka kembali tanpa adanya putusan resmi dari Mahkamah Agung (MA) yang menganulir putusan pengadilan tersebut,” ujar Dony.

Ditemui seusai persidangan, penasihat hukum terdakwa, Maqdir Ismail menilai, apa yang telah disampaikan saksi Syafrul di depan persidangan tersebut sudah sesuai fakta. Lazimnya, kata Maqdir, mengingat Syafrul merupakan saksi yang dihadirkan JPU, keterangan yang disampaikan biasanya memberatkan terdakwa.

“Namun kali ini kondisinya berbeda. Karena semua yang berlangsung dalam kegiatan bioremediasi CPI sudah sesuai SOP, maka tidak ada jawaban saksi yang memberatkan Bachtiar selaku terdakwa. Apalagi saksi juga menerangkan bahwa aktivitas bioremediasi CPI diawasi oleh KLH secara berkala,” ujarnya.

(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)