JAKARTA – Kehadiran Pertamina International Marketing and Distribution (PIMD) mendapat dukungan dari salah satu mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Arie Soermarno. Menurut Arie, PIMD bisa menjadi solusi dari putusnya alur pemasaran di salah satu wilayah bisnis migas tersibuk di dunia, yakni di Singapura.

Indonesia, lanjut dia, membutuhkan perusahaan yang berdomisili di pusat perdagangan minyak dan produk minyak dunia, termasuk daerah Singapura sehingga aksesnya lebih mudah.

Arie mengakui Petral dulu di luar kontrol. Untuk itu PIMD sekarang harus memiliki tugas yang jelas dan transparan.

“Dulu Petral out of control. Saya masih melihat kebutuhan institusi di luar ya. Dan itu sekarang menurut saya move yang tepat dari Pertamina, tidak usah dipermasalahkan. Hanya sekarang cara kontrolnya, tugas dan tanggung jawabnya apa, itu saja,” kata Arie di Jakarta, baru-baru ini.

Menurut Arie, dengan memiliki perwakilan di Singapura maka pemasaran produk lebih efisien dan tidak perlu lagi harus ke Jakarta. “Lihat sekarang, orang datang ke Jakarta untuk beli barang Pertamina enggak? Kita harus nawarin ya kan. lah kan semua pusat trading di Singapura,” ujarnya.

Sementara itu Fahmy Radhi, pengamat energi Universitas Gadjah Mada dan mantan tim anti mafia migas menuturkan bahwa Pertamina harus belajar terhadap kasus Petral yang dengan mudah digunakan oleh Mafia Migas. Pembukaan kembali PIMD, disamping membukakan pintu bagi mafia migas, Pertamina mengabaikan perintah Presiden Joko Widodo yang sudah memerintahkan menutup Petral.

“Jangan-jangan pendirian kembali PIMD di Singapore merupakan inisiasi mafia migas?,” kata Fahmy kepada Dunia Energi, Jumat (18/10).

Menurut Fahmy, jika tujuan PIMD masuk di pasar retail dan sebagai makelar saja, Pertamina tidak perlu buka usaha di Singapora. “Pasalnya, kapasitas pasar retail sangat kecil dan persaingan amat ketat,” tukasnya.

Selain itu pembukaan PIMD di Singapura menyulitkan langkah-langkah pengawasan pencegahan atau audit penyelewengan. “Tidak perlu buka perusahaan di Singapore, yang berpotensi dimainkan mafia migas, cukup dikendalikan di Jakarta. Pembukaan PIMD di luar teritorial Indonesia tidak terjangkau oleh BPK dan KPK dalam melakukan pengawasan,” kata Fahmy.

Manajemen Pertamina sebelumnya  menegaskan PIMD berbeda dengan trading arm sebelumnya, Pertamina Energy Service Pte.Ltd atau lebih dikenal Petral yang diduga melakukan berbagai praktek suap dalam perdagangan minyak mentah dan produk kilang.

PIMD diklaim disiapkan hanya untuk memasarkan produk Pertamina seperti bahan bakar kapal atau produk minyak lainnya. Namun setelah diteliti lebih lanjut PIMD ternyata juga bisa melakukan pengadaan produk minyak ataupun gas dalam bentuk LPG yang selama ini masih diimpor Pertamina.

Heru Setiawan, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina,  mengatakan PIMD berdiri sendiri, karena itu PIMD bisa mengikuti tender pengadaan minyak yang biasa dilakukan Pertamina melalui Integrated Supply Chain (ISC).

“Kalau Petral kan dia melakukan procurement untuk kebutuhan Pertamina, kalau PIMD tidak. Kalau mau masuk (pengadaan), dia harus ikutan tender yang dilakukan oleh ISC,” kata Heru.(RI)