JAKARTA – PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), badan usaha milik negara di sektor pertambangan, telah merealisasikan ekspor bijih nikel kadar rendah (dibawah 1,7% Ni) seiring keluarnya rekomendasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 12 Januari 2017.

Untuk tahap awal, Aneka Tambang atau Antam telah mengekspor 165 ribu wet metric ton (wmt) bijih nikel ke Tiongkok dan mempersiapkan jadwal pengapalan selanjutnya.

“Ekspor bijih nikel dan bauksit Antam akan mendukung hilirisasi mineral yang telah dilakukan sejak 1974 sejalan dengan pengoperasian pabrik feronikel FeNi I,” ujar Arie Prabowo Ariotedjo, Direktur Utama Antam.

Antam telah mendapat izin ekspor sebesar 2,7 juta wmt bijih nikel dan 850 ribu wmt bijih bauksit. Selain itu, Antam juga menunggu persetujuan untuk mendapat izin ekspor tahap kedua sebesar 3,7 juta wmt.

Menurut Arie, kesempatan ekspor bijih akan berdampak pada keberadaan benefit ekonomis berupa pendapatan, pajak penghasilan, dan bea keluar. Serta kesempatan kerja yang berkaitan dengan pemanfaatan bijih kadar rendah yang belum dapat dikonsumsi didalam negeri secara optimal.

Untuk hilirisasi mineral, pada April 2017 Antam telah melaksanakan pemasangan tiang pancang perdana Proyek Pembangunan Pabrik Feronikel Haltim di Halmahera Timur, Maluku Utara. Proyek Feronikel Haltim memiliki kapasitas produksi 13.500 ton nikel dalam feronikel (TNi) per tahun. Proyek tersebut juga akan mendukung total kapasitas produksi feronikel tahunan Antam menjadi 40.500-43.500 TNi.

Untuk komoditas bauksit, Antam masih fokus pada rencana pembangunan pabrik smelter grade alumina refinery (SGAR) yang bekerja sama dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Pabrik tersebut rencananya berkapasitas satu juta ton SGA per tahun untuk tahap pertama.

Melalui pengoperasian SGAR, Antam dan Inalum dapat mengolah cadangan bauksit Antam yang ada sehingga Inalum akan memperoleh pasokan bahan baku aluminium dari dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan terhadap impor alumina.(AT)