JAKARTA – PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam mengakui terlambat menyadari pentingnya mengembangkan pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter nikel pada masa lampau. Alhasil sekarang justru perusahaan smelter asal China yang berjaya di tanah air.

Dana Amin, Direktur Utama Antam,  mengungkapkan pembangunan smelter sudah lama tidak masuk dalam rencana pengembangan perusahaan. Namun kini manajemen menyadari bahwa keberadaan smelter sangat penting. Apalagi Antam memiliki cadangan nikel terbesar kedua setelah PT Vale Indonesia Tbk (INCO).

“Secara cadangan Antam pemilik terbesar setelah Vale, jadi memang persoalan manajemen. Vakum lama tidak investasi di smelter. Investor China masuk, jadi cambuk untuk mempercepat investasi di smelter,” kata Dana disela rapat dengan Komisi VI DPR, Selasa (29/9).

Andre Rosiade, Anggota Komisi VI DPR meminta manajemen Antam untuk terbuka karena ketertinggalan Antam dalam pabrik smelter sangat jelas terlihat. Padahal Antam sudah puluhan tahun berbisnis di tanah air, sementara investor smelter asal China baru beberapa tahun terakhir menanamkan investasi di Indonesia. Namun smelter  hina  justru sudah jadi dan menjadi fasilitas utama smelter di Indoensia.

“Apakah ada kemudahan yang tidak diberikan pemerintah ke Antam, atau kesulitan keuangan makanya smelter enggak terbangun, harusnya terbuka saja ke publik,” tegas Andre.

Kondisi Komoditas

Menurut Dana, bisnis Antam sangat bergantung pada kondisi komoditas di pasar intenasional. Itu juga yang membuat Antam akhirnya pada masa lalu tidak fokus untuk mengembangkan investasi smelter.

“Komoditas market fluktuatif, kerja 6 bulan hasilnya Rp68 miliar. Pada Juli-Agustus hasilnya 10 kali dari enam bulan. Kami sangat rentan dengan komoditas market,” ujar Dana.

Antam sudah pernah membangun smelter feronikel (FeNi 1) di Pomalaa, Sulawesi Tenggara pada 1976 silam. Di lokasi yang sama, ANTM membangun smelter feronikel FeNi 2 dan FeNi3 masing-masing di tahun 1994 dan 2007. Secara akumulatif, ketiga smelter ini memiliki kapasitas produksi sebesar 27.000 TNi.

Antam juga memiliki proyek smelter grade alumina refinery (SGAR) tahap pertama yang akan menghasilkan produk hilir dari bauksit di Tayan, Kalimantan Barat.

Lalu ada juga smelte Feronikel di Halmehera Timur berkapasitas 13.500 TNi yang sudah selesai dibangun namun sampai sekarang belum beroperasi lantaran ketiadaan pasokan listrik.(RI)