Pemerintahan Kabinet Kerja Jokowi – Jusuf Kalla yang telah bekerja selama lebih dari 4 tahun akan segera berakhir. Berbagai prestasi telah dibukukan oleh kabinet Kerja Jokowi – Jusuf Kalla, tetapi masih banyak hal juga yang menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemimpin berikutnya. Salah satu kementerian yang memiliki kinerja positif selama pemerintahan kabinet kerja ini adalah Kementerian ESDM.

Selama berjalannya kabinet kerja, kementerian ESDM telah mengalami pergantian nahkoda sebanyak tiga kali, dimulai dari era Sudirman Said, kemudian digantikan Arcandra Tahar lalu yang terakhir oleh Ignasius Jonan. Sudirman Said yang diangkat pada  2014 kemudian direshuffle pada Juli 2016 menyusul polemik “Papa Minta Saham” PT Freeport Indonesia yang menyita perhatian publik. Sudirman Said kemudian didepak, digantikan  Arcandra Tahar, putra asli Padang, Sumatera Barat.

Arcandra dianggap sebagai salah satu putra bangsa berprestasi karena berhasil menduduki posisi sebagai President Director Petroneering, suatu perusahaan konsultan dan pengembangan teknologi pengeboran minyak lepas pantai (offshore) yang berbasis di Amerika Serikat.

Arcandra Tahar menjabat hanya selama dua bulan akibat permasalahan dwi kewarganegaraan (Indonesia – Amerika Serikat) yang dialamatkan kepadanya. Arcandra kemudian digantikan Ignasius Jonan yang sebelumnya sempat direshuffle dari posisinya sebagai Menteri  Perhubungan akibat kasus Brexit (Brebes Exit) yang mencuat pada saat arus mudik lebaran 2016.

Ketika diberikan kepercayaan kembali oleh Jokowi-Jusuf Kalla, Jonan dihadapkan dengan beberapa tantangan pemenuhan program kerja Jokowi.

Tantangan Jonan pertama adalah melaksanakan program BBM satu harga se-Indonesia. Program ini berjalan cukup baik, dimana target awal pemerintah hingga akhir 2018, ditargetkan ada 130 titik penyaluran dan realisasinya sampai akhir 2018 telah beroperasi 131 titik lembaga penyalur yang tersebar di 90 kabupaten dan 26 provinsi.

Tantangan kedua yang diberikan adalah proram elektifikasi pemerintah yang ditargetkan mencapai 100% pada  2021. Di era Jonan, rasio elektrifikasi ini melampaui target yang diberikan pemerintah. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi hingga akhir 2018 mencapai 95%. Pada kenyataannya, hingga akhir 2018, rasio elektfrifikasi telah mencapai 98%, dan ditargetkan hingga akhir 2019 akan mencapai 99,9%. Salah satu inovasi yang dilakukan adalah  mendorong percepatan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Angin di Sulawesi yang mulai digarap era Sudirman Said serta distribusi lampu tenaga surya hemat energi ke daerah-daerah yang belum terjangkau listrik PLN.

Tantangan ketiga yang diberikan oleh pemerintah adalah mengembalikan amanat UUD 1945 Pasal 33 Ayat 2 yakni penguasaan kekayaan alam negara demi kemakmuran rakyat. Untuk hal ini, Jonan telah membuktikan kelasnya sebagai salah satu menteri terbaik Jokowi karena beberapa area penting telah diakusisi dan dikuasai oleh negara. Yang paling menonjol adalah pengambilalihan Blok Mahakam dari PT Total E&P Indonesie yang sekarang dikelola PT Pertamina (Persero), serta pengelolaan Blok Rokan yang akan berkahir masa kontraknya pada 2021 oleh PT Chevron Pacific Indonesia dan selanjutnya akan dikelola Pertamina.

Keberhasilan divestasi saham Freeport Indonesia sebesar 51% menjadi milik negara dan tekanan pemerintah terhadap Freeport untuk segera membangun smelter merupakan salah satu prestasi besar yang patut diapresiasi tinggi.

Hal lain yang menjadi keberhasilan di masa Ignasius jonan adalah tercapainya realisasi pendapatan negara bukan pajak dari sektor ESDM dan juga memangkas regulasi yang bisa menghambat investasi. Ada sekitar 186 regulasi yang disederhanakan di bidang ESDM yang mengundang iklim investasi di bidang ESDM menjadi lebih sehat.

Di tengah banyaknya prestasi tersebut, tentu masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dibenahi oleh pengganti  Jonan ke depan. Rasio elektrifikasi yang ditargetkan rampung pada 2021 harus dapat tercapai, dan bahkan dipercepat pada 2020 mengingat sampai saat ini sudah mencapai sekitar 98%.

Program BBM satu harga juga menjadi prioritas karena masih banyak titik yang harus dijangkau agar ongkos transportasi yang masih lumayan besar dapat dipangkas dan juga menjangkau hingga ke pelosok. Hal terakhir yang juga menjadi pekerjaan rumah adalah mendorong pengembangan Energi Baru dan Terbarukan untuk menjadi tulang punggung penggunaan energi di dalam negeri, mengingat terbatasnya energi fosil yang bisa dimanfaatkan ke depan.

Salah satu program pemerintah yang sudah dicanangkan sebelumnya adalah Making Indonesia 4.0 dengan tujuan menjadi negara 10 besar perekonomian dunia pada 2030, menuntut semua lini untuk berlomba dengan revolusi industri 4.0. Salah satu kementerian atau bidang yang menjadi pusat dari program ini adalah Kementetian ESDM.

Istilah Industri 4.0 pertama kali muncul pada pameran teknologi di Jerman pada 2011, yang mana menyadarkan dunia bahwa perkembangan dunia ke depan akan berpusat pada data digital, robotic dan internet. Jika suatu negara tertinggal dari negara lain dalam pemanfaatan teknologi digital serta internet, maka dapat dipastikan bahwa perkembangan ekonomi negara tersebut akan jauh tertinggal dari negara yang cepat menangkap perubahan zaman. Jika Indonesia termasuk negara yang terlambat menangkap perubahan tersebut maka impian untuk menjadi 10 besar perekonomian dunia pun akan sirna.

Kembali lagi kepada peran besar Kementerian ESDM, dimana ketika peran robotic, komputer dan gadget menjadi sangat penting, pasokan listrik untuk menggerakkan semua hal tersebut menjadi hal yang utama. Kementerian ESDM ke depan dituntut untuk mengembangkan Energi Baru dan Terbarukan sebagai pemasok utama untuk listrik. Hal ini mengingat persediaan energi fosil yang makin hari makin menipis dan diprediksi suatu saat akan habis. Dengan pengembangan ini, pekerjaan rumah baru akan muncul, dimana pemerintah dituntut untuk menjaga harga tarif listrik tetap stabil dan tidak memberatkan masyarakat. Polemik tarif dasar listrik yang sempat menjadi isu hangat beberapa saat yang lalu tentu menjadi bahan pembelajaran berarti sehingga ke depan kejadian serupa tidak terjadi kembali.

Sampai saat ini, penggunaan bahan bakar fosil masih menjadi andalan sebagai sumber energi dalam negeri. Penggunaan batu bara sebagai bahan bakar utama pembangkit tenaga listrik serta konsumsi BBM harian yang mencapai hampir dua kali lipat dari produksi dalam negeri menjadi tantangan tersendiri untuk Menteri ESDM selanjutnya. Kementerian ESDM diharapkan dapat mendorong produksi minyak dalam negeri lebih tinggi lagi sehingga biaya produksi BBM dapat ditekan dengan mengandalkan produksi dalam negeri. Dengan demikian ketahanan energi dalam negeri dapat dipertahankan dengan baik.

Nahkoda Anti Asing

Merujuk pada berbagai hal yang telah dibahas sebelumnya terkait tantangan untuk Kementerian ESDM ke depannya, maka sosok yang akan menjadi nahkoda Kementerian ESDM haruslah sosok yang mengerti betul keadaan energi nasional saat ini dan tantangan yang akan dihadapi ke depannya. Nahkoda yang baru juga harus *bisa berani melawan* kekuatan asing di dalam penguasaan sumber daya alam Indonesia.

Hal lain yang penting juga adalah sang nahkoda baru harus punya visi ke depan yang jelas terkait ketahanan energi serta pengembangan sumber energi di luar energi fosil sehingga dapat mendorong program Making Indonesia 4.0 terwujud dengan baik dan bisa menjaga ketahanan energi nasional dengan baik pula.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ke depan musti bisa menampilkan kepiawain dia sebagai teknokrat dan birokrat. Bisa ikuti kemajuan industri 4.0 dan bisa merangkul birokrat maupun teknokrat memajukan industri energi dan sumber daya mineral.

Yang penting lagi, Menteri ESDM berikutnya, bisa berkomunikasi baik dengan legislatif agar produk-produk undang-undang di sektor ESDM sinergi dan sinkron. Ini penting agar memberi kenyamanan pelaku industri energi. Gonta-ganti undang-undang di sektor energi dirasakan tidak nyaman oleh industri energi.

Satu pertanyaan yang kemudian muncul, siapkah para birokrat energi menjawab tantangan tersebut dan berani menjadi nahkoda Kementerian ESDM selanjutnya? Kita tunggu saja.(*)