JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengarahkan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) untuk membeli solar yang diproduksi PT Pertamina (Persero). Dengan begitu, AKR bisa terus melanjutkan penugasan pendistribusikan BBM jenis solar bersubsidi.

Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, mengatakan pembelian solar dari Pertamina bisa saja direalisasikan dengan menggunakan harga yang sesuai dengan formula harga BBM.

“AKR mau membeli minyak dengan harga formula itu ke Pertamina, apabila Pertamina menyediakan,” kata Djoko saat ditemui di Kementerian ESDM, Senin (24/6).

Menurut Djoko, tidak ada salahnya Pertamina menjual solar ke AKR sepanjang harganya tidak melebihi nilai yang ada berdasarkan perhitungan formula harga. AKR juga terbuka untuk menjalankan arahan pemerintah, hanya meminta difasilitasi pertemuan pembahasan mekanisme serta harga jual beli solar. “Dia (AKR) minta difasilitasi dengan pemerintah pertemuannya,” tukasnya.

Pertamina sudah sukses untuk tidak lagi mengimpor solar. Kemampuan produksi solar tersebut seharusnya bisa bermanfaat bagi AKR, sehingga tidak perlu lagi impor solar dan bisa membeli langsung dari Pertamina. “Iya kan selama Pertamina kelebihan produksi. Dia beli ke Pertamina dong, masa beli dari luar. Produksi dalam negeri ada,” kata Djoko.

AKR sejak 12 Mei 2019 tidak lagi menjual solar bersubsidi. Setidaknya ada 58 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) yang terkena dampak dan stop jual BBM ke nelayan. Alasannya, karena formula harga BBM yang diubah oleh pemerintah dinilai AKR kurang pas.

Suresh Vembu, Direktur AKR Corporindo, mengungkapkan saat ini AKR masih melakukan penjualan BBM berjenis solar. Hanya saja solar yang dijual adalah solar nonsubsidi yang dijual ke industri dan solar nonsubsidi untuk sektor transportasi. “AKR SPBU atau SPBN tidak jual solar subsidi,” katanya.

AKR sudah menyampaikan alasan tidak lagi menjual solar subsidi kepada BPH Migas. Faktor utama adalah karena harga jual yang tidak sesuai dengan keekonomian. “Kami sudah sampaikan ke BPH Migas harga jual solar tidak sesuai keekonomian. Formula harga BBM kurang pas,” kata Suresh.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM mengaku telah memanggil pihak AKR dan sedang dilakukan evaluasi oleh Ditjen Migas. Pemerintah meminta penjelasan terkait struktur pembiayaan pengadaan solar oleh AKR.

“Lagi dievluasi, formula sudah selesai. Kami mau melihat data-data dari AKR. Ini lagi dengan Ditjen Migas,” kata Arcandra.

Formula harga solar ditetapkan pada Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 62 K/10/MEM/2019. Aturan tersebut ditetapkan pada 2 April 2019.

Kepmen ini menyatakan, harga dasar jenis BBM tertentu dan jenis BBM khusus penugasan ditetapkan berdasarkan biaya perolehan yang dihitung secara bulanan pada periode tanggal 25 sampai dengan tanggal 24 bulan sebelumnya, biaya distribusi, dan biaya penyimpanan serta margin. Adapun formula harga dasar solar (Gas Oil) adalah 95% HIP Minyak Solar (Gas Oil) + Rp 802,00/liter.

Formula harga dasar ini juga dapat dievaluasi sewaktu-waktu dengan mempertimbangkan realisasi faktor yang mempengaruhi penyediaan dan pendistribusian jenis BBM tertentu.(RI)