Kegiatan operasi hulu migas. .

Kegiatan operasi hulu migas.

JAKARTA – Majelis Hakim dan jaksa dalam perkara bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) diminta memastikan proses pengadilan kasus itu benar-benar berlangsung  adil tanpa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum baru. Jika tidak, niscaya target produksi minyak dan gas bumi (migas) sebesar 1 juta barel per hari di 2014 hanya tinggal mimpi.

Desakan itu disampaikan Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Totok Daryanto, menjelang dibacakannya tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk terdakwa kasus bioremediasi PT CPI, Bachtiar Abdul Fatah dalam persidangan di Jakarta, Senin, 30 September 2013.

Memang, kata Totok, tantangan untuk pencapaian target produksi migas 1 juta barel per hari bukan cuma kasus bioremediasi. Banyak kendala-kendala lain seperti pengadaan lahan, perizinan, tumpang tindih peraturan, dan kendala lain yang bersifat lintas sektoral. Namun adanya kasus bioremediasi, semakin memperparah ketidakpastian hukum yang diderita sektor migas Indonesia.

“Berdasarkan kajian kami dan pendapat para ahli yang masuk ke DPR, pendekatan yang dilakukan penegak hukum dalam kasus bioremediasi, memang tidak didasari pada pengetahuan teknis bidang migas. Sehingga kasus itu semakin menambah daftar panjang ketidakpastian hukum di sektor migas Indonesia,” ujar wakil rakyat dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini.

Belum lagi soal temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menyebutkan telah terjadi pelanggaran HAM dalam penanganan kasus itu. Situasi ini semakin membawa sektor migas Indonesia dalam keterpurukan, dan pandangan negatif dunia internasional yang membuat lesu iklim investasi sektor migas nasional.

“Kami tidak ingin mempengaruhi pengadilan. Kami hanya meminta penanganan kasus itu oleh penegak hukum, benar-benar dilakukan secara adil dan bebas intervensi dari pihak manapun, serta tidak kembali mengulang adanya tindak pelanggaran HAM. Kami yakin Majelis Hakim sudah mendengar semua keterangan para ahli tentang kasus ini,” kata Totok Daryanto lagi.

Seperti diketahui, PT CPI merupakan salah satu produsen migas terbesar di Indonesia, dengan produksi lebih 40% dari total produksi migas nasional. Bergulirnya kasus bioremediasi, membuat PT CPI kurang bisa optimal melaksanakan kegiatan produksi. Antara lain karena sulitnya mendapatkan kontraktor untuk kegiatan pengeboran, yang khawatir akan risiko kriminalisasi oleh aparat penegak hukum, seperti halnya dalam kasus bioremediasi.                      

(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)