Pemerintah akan menambah subsidi sebagai bentuk kompensasi ke Pertamina yang menjual solar dibawah harga keekonomian. 

JAKARTA – Setelah dilakukan pembahasan lintas kementerian, pemerintah akhirnya menyetujui  kompensasi berupa penambahan subsidi solar kepada PT Pertamina (Persero) seperti yang telah direncanakan sebelumnya. Padahal pemerintah juga tengah mengkaji pemberian kompensasi melalui pemberian harga khusus bagi pembelian minyak bagian negara oleh Pertamina.

Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan secara teknis minyak mentah yang masuk ke kilang bisa jadi berbagai produk, seperti premium, solar, avtur dan produk lainnya. Ketika menggunakan harga khusus dalam pembelian minyak mentahnya maka harus ada formulasi khusus untuk penetapan harga.

“Sekarang jadi avtur dua liter, mungkin besok jadi 2,5 liter, ribet hitungnya. Kami harus menghitung lagi, bikin formula lagi. Angkanya itu bisa tidak pasti. Berapa satu liter crude yang bisa jadi premium atau solar, benar kan? Semua begitu masuk kilang ada yang bisa jadi minyak tanah, ada yang jadi ampas, ada aspal. Kalau mekanisme subsidi itu clear,” ujar Djoko di Kementerian ESDM Jakarta, Kamis (3/5).

Pemerintah akan segera memfinalisasi usulan tersebut untuk bisa disodorkan ke DPR sebelum disetujui. Sampai saat ini belum ada kepastian berapa besaran subsidi yang ditambah, namun nilainya sekitar Rp500 – Rp1.500 per liter.

Djoko mengungkapkan untuk saat ini kuota solar sebesar 7,5 juta Kilo liter (KL). Jika subsidi ditambah sebesar Rp 500 per liter maka dana yang dibutuhkan sebesar Rp3,5 triliun.

“Kalau misalnya subsidi jadi Rp 1.000 per liter, berarti subsidinya kami tambah Rp3,5 triliun lagi. Kalau misalnya jadi Rp1.500, ya tambah Rp7 triliun. Masih dihitung,” ungkap dia.

Menurut Djoko, penambahan subsidi yang akan diberikan nantinya tidak akan menambah beban pada keuangan negara. Pasalnya dana subsidi didapatkan dari windfall profit atau keuntungan yang didapatkan dari kondisi harga Indonesia Crude Price (ICP) yang melampaui asumsi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

“ICP kan sekarang sudah US$67 per barel untuk April. Duitnya itulah yang untuk penambahan subsidi berapa per liternya. Tanpa harus mengambil uang APBN yang sudah ditargetkan. Pendapatan itulah yang kani alihkan atau kasih untuk subsidi. Kan lebih fix, lebih clear,” papar Djoko.

Dia menjelaskan asumsi APBN US$48 per barel, sementara kondisi ICP sekarang US$ 67 per barel memberikan kelebihan sekitar US$20 per barel. “Volume kami kan bagian negara kira-kira sekitar 350 ribu barel per hari. Kalau itu dapat Rp10 triliun saja aman deh,” tandas Djoko.(RI)