JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) segera memanggl manajemen PT Vale Indonesia Tbk untuk membahas kelanjutan proses divestasi 20% saham yang akan jatuh tempo pada Oktober 2019.

Yunus Saefulhak, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, mengatakan pertemuan dengan Vale digelar setelah kalkulasi valuasi saham dilakukan pemerintah.

Untuk metode perhitungan valuasi saham yang dilakukan Kementerian ESDM dalam menghitung nilai saham Vale menggunakan discounted cash flow. “Pertemuan masih tim minerba saja,” kata Yunus di Jakarta, Senin (15/7).

Yunus mengatakan Vale akan diminta  melakukan pemaparan dan klarifikasi sejumlah data terkait valuasi saham dalam pertemuan yang akan dilakukan akhir Juli 2019.

Vale merupakan perusahan tambang dan pengolahan nikel terintegrasi yang beroperasi di Blok Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Pemegang Kontrak Karya (KK) itu sebenarnya memiliki kewajiban divestasi sebesar 40%. Hal ini merujuk pada kesepakatan amendemen KK di 2014 yang antara lain memuat soal divestasi. Dalam amendemen tersebut dinyatakan divestasi merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 sebagai perubahan ketiga PP No. 23 Tahun 2010. Disebutkan dalam beleid itu divestasi harus dilakukan paling lambat pada 14 Oktober 2019 atau 5 tahun setelah terbitnya PP 77.

Adapun besaran divestasi dalam PP 77 terbagi dalam tiga kategori yang mengklasifikasikan kegiatan pertambangan. Vale termasuk dalam kategori kedua yakni kegiatan pertambangan dan pengolahan pemurnian. Oleh sebab itu kewajiban divestasinya hanya 40%. Dalam amendemen KK pun disepakati Vale wajib melepas 20% saham lagi lantaran sudah 20% saham Vale yang telah tercatat di bursa efek dan telah diakui sebagai saham divestasi.

PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) menjadi salah satu kandidat terbesar untuk melakukan akuisisi saham Vale sebagai perwakilan dari pemerintah Indonesia. Rencananya mekanisme divestasi Vale tidak akan berbeda jauh saat Inalum mengakuisisi saham PT Freeport Indonesia.(RI)