BALANGAN – Pemerintah saat ini tengah menggodok regulasi baru untuk mempercepat penyerapan penggunaan bahan bakar nabati jenis biodiesel ke dalam solar 20% atau B20. Namun ternyata penggunaan B20 sudah lebih dulu diinisiasi PT Adaro Indonesia, anak usaha PT Adaro Energy Tbk (ADRO).

Di wilayah tambang Balangan, Kalimantan Selatan, Adaro sudah menggunakan bahan bakar nabati pada kendaraan operasionalnya sejak lama. Padahal kewajiban penggunaan bahan bakar nabati ke sektor pertambangan sudah diwajibkan pemerintah sejak Juni 2018.

Kharis Pujiono, Supervisor Biodiesel Plant Adaro Indonesia, mengatakan penggunaan biodiesel 20% di lingkungan Adaro sudah diterapkan sejak 2011. Ada dua jenis kendaraan yang digunakan, yakni alat berat berupa dump truck dan alat ringan yakni mobil double cabin untuk operasional karyawan.

“Dari hasil pengalaman kami, tidak ada masalah (pada mesin), B20 bisa digunakan,” kata Kharis di area tambang Balangan, Kalimantan Selatan, Jumat (10/8).

Kharis menuturkan penggunaan B20 saat ini masih dalam tahap uji coba. Oleh sebab itu, B20 baru dikonsumsi oleh dua unit dump truck dan enam unit mobil operasional berjenis double cabin.

Rencananya pada akhir 2018 akan dilakukan evaluasi akhir untuk bisa mengetahui hasil dari berbagai rangkaian uji coba yang telah dilakukan, sehingga penerapan B20 bisa diimplementasikan ke seluruh armada Adaro.

Kebutuhan biodiesel Adaro mencapai 3.600 liter per hari untuk tiap unit dump truck. Untuk setiap kendaraan operasional rata-rata satu mobilnya membutuhkan 350 liter per tahun.

Menurut Kharis, kemampuan produksi fasilitas biodiesel di Adaro mencapai 5.500 liter per hari. “Jadi cukup kami untuk memenuhi kebutuhan biodiesel,” katanya.

Dari beberapa kali observasi yang dilakukan, para pengguna dan pengendara mobil operasional bahkan mengaku dengan menggunakan B20 lebih irit. “Ini masih berupa pengakuan makanya kami perlu ini terus diuji lebih komperehensif,” tukasnya.

Rizki Dartaman, General Manager External Relations Adaro Indonesia, mengungkapkan perusahaan taat terhadap peraturan pemerintah mengenai biofuel dengan mengimplementasikan program B10 hingga B15 sejak 2015. Untuk B20 belum optimal karena masih dalam tahap uji coba.

“Saat ini seluruh unit di tambang Adaro (sekitar 1.500 unit) sudah menggunakan B10-B15. Supply biofuel dari Pertamina (sinergi swasta dan BUMN) 637 juta liter untuk 2018 atau sekitar 2,5 juta liter per hari,” kata Rizki.

Kualitas pengolahan limbah jelantah tim Adaro telah memenuhi standar EN14214 untuk dapat dikonsiderasi sebagai 100% biodiesel. Sedangkan untuk B20 yang digunakan untuk unit operasional telah memenuhi standar ASTMD7467.

Selama ini minyak jelantah hanya dipasok dari stok yang ada di lingkungan. “Minyak jelantah ini dipasok dari limbah katering lingkungan perusahaan,” ungkap Rizki.

Kharis mengungkapkan tujuan uji coba B20 guna melihat sejauh mana efisiensi yang bisa diperoleh. Sebagai contoh rentang waktu perawatan mesin kendaraan. Biasanya perawatan dilakukan setiap 17 ribu jam pemakaian, kini ditargetkan 20 ribu jam pemakaian. Adapun efisiensi yang diinginkan perawatan itu dilakukan pada 27 ribu jam. “Untuk target 20 ribu jam itu sekarang tinggal tersisa 2.500 jam lagi,” tandas Kharis.(RI)