JAKARTA – Karen Agustiawan, mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero)  belum menyerah dalam persoalan hukum yang menjeratnya. Melalui kuasa hukumnya, Karen telah secara resmi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dalam kasus suap investasi Pertamina di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009.

Soesilo Aribowo, kuasa hukum Karen, mengungkapkan kasasi sudah resmi diajukan ke Mahkamah Agung pada pekan lalu. Selanjutnya pihaknya akan membuat memori kasasi.

“Benar, sudah ajukan kasasi per 8 Oktober kemarin. Tinggal pembuatan memori kasasinya Insya Allah minggu depan akan dimasukkan,” kata Soesilo kepada Dunia Energi, Rabu (16/10).

Banding Karen di Pengadilan Tinggi sebelumnya ditolak majelis hakim, namun Soesilo optimistis pada langkah hukum kali ini. “Harusnya kasasi bisa diterima,” ujarnya.

Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase – BMG Project ditandatangani pada 27 Mei 2009 dengan nilai transaksinya mencapai US$31 juta. Seiring akuisisi tersebut, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari (bph).

Namun ternyata Blok BMG hanya bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari. Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah dengan alasan blok tidak ekonomis jika diteruskan produksi. Investasi tersebut dianggap Kejaksaan Agung telah merugikan negara.

Karen kemudian divonis bersalah dengan hukuman penjara dan denda Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan.

Banding Karen ditolak kemudian Majelis Hakim menyatakan sependapat dengan Majelis Hakim Tingkat Pertama yang menyatakan terdakwa Galaila Karen Kardinah alias Karen Galaila Agustiawan alias Karen Agustiawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Oleh karena sudah dipertimbangkan dengan tepat dan benar menurut hukum maka pertimbangan tersebut diatas dapat disetujui oleh Majelis Hakim Tingkat Banding.

Karen sebagai dewan komisaris PT Pertamina Hulu Energi maupun direktur utama Pertamina memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mengendalikan dan memonitor kegiatan akuisisi. Serta menganalisis dan mengevaluasi rencana akuisisi perusahaan di lingkungan hulu tidak memperhatikan atau mengabaikan hasil due deligance report yang dilakukan oleh Tim Eksternal PT Deloitte Konsultan Indonesia (DKI) sebagai financial advisory dalam Project Diamond.

“Yang menyatakan akan sangat beresiko tinggi apabila Pertamina mengakuisisi Participating Interest (PI) sebesar 10% dan dari Baker McKenzie Sydney menyatakan kurang lengkapnya data termasuk dalam kategori resiko tinggi,” kata majelis.(RI)