JAKARTA – Gonjang-ganjing pergantian direksi dan juga komisaris PT Pertamina (Persero) terus bergulir. Basuki Tjahja Purnama alias Ahok turut masuk bursa calon petinggi Pertamina. Pro kontra masuknya lulusan Teknik Pertambangan Universitas Trisakti itu ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) minyak dan gas itu pun mencuat.

Fahmy Radhi, pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada yang juga mantan tim anti mafia migas, mengatakan Ahok tidak pas jika ditempatkan sebagai direksi Pertamina, meskipun dengan rekam jejak ketegasan yang melekat di dirinya. Apalagi saat ini Ahok adalah seorang kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang dikhawatirkan memiliki kepentingan politik.

“Alasannya, Ahok tidak punya track record di bidang energi. Bagaimana pun juga Ahok seorang politisi, yang berpotensi menimbulkan conflict of interest dalam pengelolaan kekayaan alam yang bernilai ribuan triliuan rupiah,” kata Fahmy kepada Dunia Energi, Kamis (14/11).

Menurut Fahmy, apabila tetap dilanjutkan maka keputusan mengangkat Ahok sebagai direktur utama pada BUMN strategis di bidang energi sangat blunder dan berisiko tinggi. Jika memang pemerintah bersikeras meminta jasa pengawasan dari Ahok, maka cukup dijadikan sebagai salah satu komisaris.

“Kalau Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina lebih pas dibanding dirut Pertamina. Selain tidak ada aturan dilanggar, potensi conflict of interest sebagai komisaris utama Pertamina relatif kecil,” jelas Fahmy.

Sementara itu, salah satu mantan Board of Director (BOD) Pertamina yang menolak disebutkan namanya mengungkapkan sosok Ahok tidak terlalu buruk jika benar-benar dijadikan Direktur Utama. “Ya bagus-bagus saja kan,” kata mantan BOD di era kepemimpinan Dwi Soetjipto itu.

Erick Thohir sengaja memanggil Ahok beberapa waktu lalu untuk dimintai kesediaan menjadi salah satu direksi BUMN. Tanpa menunggu waktu lama publik dan banyak pihak menilai ia akan menggantikan posisi Nicke Widyawati di kursi panas Dirut Pertamina.

Perusahaan migas plat merah terus jadi sorotan karena dinilai turut ambil bagian atas kondisi anjloknya produksi migas nasional yang berdampak pada neraca perdagangan yang terus negatif akibat impor minyak yang terus membengkak.

Sosok lainnya yang diduga kuat akan menggeser Nicke adalah Fatar Yani Abdurrahman, Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Fahmy menyatakan sosok satu ini memang lebih pas dibanding Ahok, tapi menurutnya sayang jika Fatar Yani yang menjadi nahkoda Pertamima karena ada sosok lain yang lebih pas, yakni Dwi Soetjipto, mantan Dirut Pertamina yang kini menjabat sebagai Kepala SKK Migas.

Dwi menurut Fahmy selain sukses sebagai Dirut Pertamina dulu, juga punya komitmen dan keberanian memerangi mafia migas.

“Kalau saat itu dicopot melalui matahari kembar, lebih karena direkayasa penguasa yang bersekutu dengan mafia migas,” kata  Fahmy.(RI)