JAKARTA – Pemerintah didesak agar segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Tujuannya, memastikan keberlangsungan industri batu bara yang dinilai sudah diujung tanduk akibat tumpang tindih regulasi yang berujung pada ketidakpastian berbisnis. Puncak dari carut marut aturan tersebut adalah dicabutnya izin usaha PT Tanito Harum yang dianggap melanggar Undang Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan  Mineral dan Batu bara (Minerba). Padahal, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sendiri yang sebelumnya memberikan izin perpanjangan usaha selama 20 tahun.

Ahmad Redi, Pengamat Hukum Sumber Daya Alam dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, mengatakan Perppu merupakan solusi dalam penyelesaian berbagai persoalan di sektor pertambangan, khususnya batu bara. Pasalnya hingga saat ini revisi UU Minerba belum ada tanda-tanda akan segera diselesaikan. Disisi lain masa operasi perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) banyak yang akan berakhir. Tujuh perusahaan PKP2B bakal habis masa operasinya dalam lima tahun ke depan. Padahal para pemegang PKP2B tersebut menyumbang lebih dari 50% produksi batu bara nasional.

”Perppu kan satu-satunya cara yang dilakukan presiden untuk mengkoreksi UU. Ini sudah beberapa kali dilakukan Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo), misalnya kaitan dengan perlindungan anak. Itu perlu dipertimbangkan,” kata Redi di Jakarta, Rabu (10/7).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya mengirim rekomendasi kepada Presiden agar menganulir perpanjangan kontrak Tanito Harum. Hal tersebut lantaran pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai perpanjangan kontrak ke Tanito bertentangan dengan UU. Dalam perpanjangan operasi itu Tanito masih bisa menggarap konsesi lebih dari 15 ribu hektar. Sementara dalam UU diatur luasan lahan bekas PKP2B dan yang berstatus IUPK maksimal hanya 15 ribu hektar.

Jika masalah ini tidak segera diatasi, masyarakat juga berpotensi terkena imbas, terutama terkait masalah pasokan listrik. PT PLN (persero) mayoritas pasokan batu baranya sudah berkontrak dengan PKP2B. Jika operasi tambang terganggu maka pasokan listrik juga bisa terganggu dan imbasnya pun bisa dirasakan langsung ke masyarakat.

Irwandy Arif, Ketua Indonesia Mining Institute (IMI), mengungkapkan inisiatif presiden sangat diperlukan untuk mengurai masalah izin usaha pertambangan. Jika tidak segera diatasi dampak yang ditimbulkan dari berakhirnya operasi Tanito Harum bisa juga terjadi di wilayah bekas tambang lainnya. “Kondisi tambang sudah tergenang air, batu bara yang ada di tempat penyimpanan sudah terbakar. Selain itu sebanyak 300 pekerja terkena PHK,” kata Irwandy.

Irwandy berharap pemerintah segera memberi kepastian usaha bagi PKP2B. Mengingat dalam lima tahun ke depan masih ada tujuh PKP2B yang bakal habis masa operasinya diantaranya, PT Kendilo Coal Indonesia pada pada 2021, PT Kaltim Prima Coal pada 2021, PT Multi Harapan Utama pada 2022, PT Arutmin Indonesia pada 2020, PT Adaro Indonesia pada 2022, PT Kideco Jaya Agung pada 2023, serta PT Berau Coal pada 2025.

Menurut Redi, apabila Perppu tidak kunjung terbit maka salah satu langkah lain yang bisa ditempuh adalah dengan menggugat pasal bermasalah di UU ke Mahkamah Konstitusi. “Jika Perppu tidak diterbitkan maka kepastian mengenai luasan lahan itu sebaiknya diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Dengan begitu ada kejelasan hukum,” kata Redi.(RI)