JAKARTA – PT Adaro Energy optimistis pengembangan batu bara kokas atau cooking coal akan semakin maju kedepannya. Untuk itu manajemen siap berinvestasi lebih besar. Cooking coal  adalah bahan baku utama hilirisasi baja.

Adaro pada 2021 mentargetkan produksi cooking coal bisa naik dua kali lipat dari rata-rata selama ini yang bisa diproduksi.

Lie Luckman, Chief Financial Officer (CFO) Adaro Energy, mengatakan pada tahun ini produksi cooking coal Adaro antara 1 hingga 1,1 juta ton yang diproduksi dari tambang cooking coal Adaro di Kalimantan Tengah. Perusahaan kata Lie tahun depan mematok ada peningkatan signifikan produksi cooking coal bisa mencapai lebih dari 100% dibandingkan dengan realisasi produksi selama ini.

“Kita optimis tahun ini AMC bisa sampai 1-1,1 juta. Tahun depan dengan semakin lancar proses produksi kita juga lebih mengenal mining sequel dan maintaince lebih jelas, produksi bisa minimal dobel dari tahun ini,” ujar Lie, Selasa (20/10).

Untuk mendukung pencapaian target tersebut Lie menuturkan tahun ini perusahaan juga akan mulai meningkatkan infrastruktur tambang di Kalimantan Tengah. Hal ini dilakukan agar sistem logistik yang sudah lancar di Adaro Indonesia (tambang batubara thermal) juga bisa diterapkan di tambang cooking coal.

“Kami mengharapkan tahun ini, karena ini medannya juga baru, di Kalteng. Kondisinya juga ini kan lebih hulu dibandingkan AI. Jadi kami sedang pelajari jalur logistik kita. Baik masuknya fuel dan sistem pengangkutan,” ujar Lie.

Garibaldi Thohir, Presiden Direktur Adaro Energy mengakui pasar cooking coal sendiri memang sangat besar baik dalam negeri maupun pasar global. Industri baja sekarang ini membutuhkan pasokan cooking coal yang cukup banyak.

“Saya liat juga prospek cooking coal akan sangat baik dan ini visi kita kedepan juga. Cooking coal kita bisa menjadi kontributor besar juga. Ada ekspor dan dalam negeri. Dan juga ada produk hilirisasi. Ini yang menjadi prospek kedepan,” ujar Garibaldi.

Menurut Garibaldi, perusahaan harus meningkatkan sistem logistik untuk cooking coal karena dengan perbaikan logistik maka produksi cooking coal kedepan juga bisa meningkat.

“Tantangannya masalah logistik. Bisnis model kami kan tapi kesana arahnya. Pengangkutan dari Kalteng ke pasar ekspor dan dalam negeri akan kami lakukan sedemkian rupa, sehingga bisnis model yang sudah diterapkan di AI akan diterapkan lagi di cooking coal,” kata Garibaldi.(RI)