JAKARTA – Reintegrasi dalam tubuh PT Pertamina (Persero) dinilai sebagai hal yang positif apabila memang mampu menjawab kebutuhan efisiensi. Namun rencana reintegrasi dengan menggabungkan tiga subholding kembali harus dipertanyakan jika pada akhirnya terlihat justru ada potensi bagi-bagi jabatan akibat terlalu gemuknya manajemen perusahaan.

Ali Ahmudi, Ketua Research Group on Energy Security for Sustainable Development Universitas Indonesia (RESSED UI), menilai ketika Pertamina tidak bisa terbebas dari jebakan jabatan bagi-bagi posisi sehingga sebabkan terjadinya penggemukan dari sisi manajemen maka banyak pertanyaan timbul, utamanya tujuan utama dari rencana reintegrasi yang ditempuh manajemen.

“Jika terjadi penggemukan apakah itu komisaris, direksi, VP atau lainnya itu menjadi pertanyaan besar apakah tujuan utama reintegrasi untuk efisiensi akan tercapai atau sebaliknya? Apakah dengan personal strategis yang besar akan efektif dalam bekerja ? apakah gemuknya struktur orgranisasi koordinasi lebih mudah? apakah kondisi itu bisa membangun sisi kompetisi? itu harus dijawab,” kata Ali kepada Dunia Energi, Rabu (24/12).

Sebelumnya Dunia Energi memang sempat mendapatkan informasi tentang rencana peleburan tiga subholding Pertamina. Antara Pertamina Patra Niaga (PPN) dan Kilang Pertamina Internasional (KPI) akan dimerger. Kemudian nanti akan spin off sebagian dengan Pertamina International Shipping (PIS).

Dari informasi yang didapatkan Dunia Energi total ada 12 direksi dan 76 VP yang akan mengisi berbagai posisi jabatan di subholding baru nanti. Itu belum termasuk jabatan fungsi leher yang bertanggung jawab langsung ke Direktur Utama.

Jabatan direksi yang akan dibentuk mencerminkan bisnis inti subholding yang akan dilebur yakni   Direktur Transformasi, Perencanaan dan Pertumbuhan Bisnis; Direktur Niaga; Direktur Operasi Kilang; Direktur Pemasaran Korporat; Direktur Pemasaran Ritel;  Direktur Armada dan Logistik Maritim yang mewakili PT PIS.

Kemudian ada Direktur Optimasi Hilir dan Distribusi; Direktur Infrastruktur, Proyek dan Asset Integrity; Direktur SDM dan Penunjang Bisnis; dan Direktur Keuangan dan Direktur Manajemen Risiko.

Selain ini, jumlah jabatan di bawah direksi tidak kalah jumbo. Total akan ada sekitar 76 posisi  vice president yang akan membantu pekerjaan para direksi tersebut. Kemudian ada juga fungsi leher yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama seperti Chief Audit Executive yang dibantu oleh VP Audit Executive I dan VP Audit Executive II. Selanjutnya, di fungsi leher ada fungsi HSSE yang dikomandoi oleh Chief HSSE bersama dua VP HSSE,  dan Chief Legal Counsel yang juga dibantu VP Legal Counsel I dan II.

Fungsi Corporate Secretary terdiri dari VP Relation I dan VP Relation II serta ada fungsi Center of Exellence serta VP Relations & Permit.

Lebih lanjut Ali menegaskan manajemen Pertamina harus bisa memberikan argumentasi yang jelas jika memang benar membutuhkan manajemen gemuk untuk mencapai target-target perusahaan.

“Kalau manajemen gemuk efektif bekerja kompetitif bisa dicapai ga ada masalah tapi kalau jadi beban perusahaan peran dan fungsi ga setara maka tujuan reintegrasi jadi bias dan patut dipertanyakan mau kemana pertamina ke depan,” ungkap Ali.

Menurut dia pada dasarnya proses reintegrasi itu yang sejalan dengan teori pengembangan perusahaan skala besar. Karena semakin banyaknya sumber daya, sumber dana, aset dan berbagai kekayaan intelektual dan kekayaan lain perusahaan ketika disatukan dan dikelola baik akan menjadi kekuatan besar. “Secara umum tujuan reintegrasi menurut kami pertama untuk mendapatkan efisiensi,” tegas Ali. (RI)