JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) menegaskan komitmen untuk memperkuat dan memperluas pemanfaatan gas bumi di Indonesia melalui pembangunan infrastruktur di berbagai sektor kelistrikan, industri, transportasi, UMKM dan rumah tangga. Namun demikian perlu peran lebih besar dari pemerintah untuk bisa menetapkan harga gas kepada konsumen. Gigih Prakoso, Direktur Utama PGN, mengatakan PGN memerlukan dukungan dalam hal penentuan besaran harga jual gas di Indonesia.

“Yang tidak kalah penting, kehadiran negara dalam menjaga akuntabilitas dan transparansi harga jual ke konsumen. Hal tersebut juga sebaiknya memberikan kemampuan bagi subholding gas untuk mempertahankan layanan yang reliable dan pengembangan infrastruktur dalam rangka mendukung program pemerintah untuk pemerataan akses terhadap gas bumi,” kata Gigih di Jakarta, Jumat (2/8).

Menurut Gigih, pada 2018 PGN resmi menjadi subholding gas. Inisiatif tersebut datang langsung pemerintah melalui holding BUMN migas agar dapat mengoptimalkan pemanfaatan infrastruktur dan pemenuhan gas bumi. Kolaborasi dengan PT Pertamina Gas (Pertagas) dalam subholding gas bisa memberikan manfaat lebih besar kepasa masyarakat.

“Sekarang, PGN adalah pemain gas bumi terbesar di Indonesia. Kami percaya, kolaborasi dengan Pertagas dan beberapa perusahaan terafiliasi lainnya akan memberi manfaat jangka panjang dalam memenuhi kebutuhan energi yang ramah lingkungan, efisien dan sumbernya tersedia sangat besar di Indonesia,” kata Gigih.

PGN sebagai subholding gas, saat ini mengelola  sekitar  miliar kaki kubik per hari (BCFD) atau setara dengan 98% pangsa pasar bisnis transmisi gas. Namun gas yang dikelola baru 25% dari total pangsa pasar pemanfaatan gas domestik.

Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), pemanfaatan gas domestik di Indonesia pada 2018 mencapai 60% dari produksi gas nasional. Namun, dengan menguasai dan mengoperasikan 96 % dari total infrastruktur gas di Indonesia, PGN baru memenuhi 20% kebutuhan infrastruktur gas bumi.

Gigih mengatakan untuk memenuhi kebutuhan 80% pasar tersebut, diperlukan inisiatif dan sinergi, baik dari pemerintah pusat dan daerah maupun badan usaha, termasuk seluruh stakeholder yang berkepentingan terhadap pemanfaatan gas bumi. Sebagai contoh untuk memperkuat perluasan jaringan gas bumi ke semua sektor, baik untuk sektor kelistrikan, industri, komersial, transportasi, UMKM dan bagi rumah tangga.

Pembangunan infrastruktur yang masif dan menjangkau seluruh wilayah di Indonesia menjadi pekerjaan rumah bersama. Dengan semakin terutilisasinya gas bumi sebagai energi baik untuk pemanfaatan domestik, maka subsidi energi juga dapat ditekan.

Pemerintah berencana untuk menaikkan porsi gas bumi sebesar 22% dalam bauran energi pada 2025 dan 24% pada 2050. “Strategi jangka panjang kami adalah memperkuat basis pemanfaatan gas bumi secara nasional melalui infrastruktur yang terintegrasi. Untuk mewujudkannya dibutuhkan kolaborasi dan dukungan dari para stakeholders serta pelaku usaha lainnya,” ujar Gigih.

Berdasarkan data Neraca Gas Indonesia dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan gas alam terbukti di Indonesia per 1 Januari 2017 mencapai 142,72 TSCF. Permintaan gas terbesar saat ini adalah lifting oil, pembangkit listrik, industri pupuk, dan industri lainnya. Penggunaan listrik gas juga terus meningkat sebagai dukungan nyata bagi program energi bersih.

“Dengan kondisi pasokan yang kami harapkan semakin membaik dan efisien juga permintaan yang terus meningkat, kami melihat bahwa pengembangan bisnis gas bumi di Indonesia memiliki potensi yang luar biasa. PGN akan terus berinvestasi dalam pengembangan infrastruktur gas untuk mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi untuk pasar domestik yang dapat memiliki dampak nyata pada keseluruhan pembangunan ekonomi Indonesia,” kata Gigih.(RI)