NEW YORK– Harga minyak mentah jenis Brent menguat pada akhir perdagangan Kamis  atau Jumat (5/4) pagi WIB dan sempat menyentuh US$70 per barel untuk pertama kalinya sejak November 2018. Hal ini karena ekspektasi pasokan global yang ketat melebihi tekanan dari kenaikan produksi AS dan indikator permintaan global yang kurang kuat.

Patokan internasional, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni, naik US$0,09 menjadi ditutup pada US$69,40 per barel di London ICE Futures Exchange. Brent menyentuh tertinggi sesi di US$70,03, tertinggi sejak 12 November ketika terakhir diperdagangkan di atas US$70 per barel.

Sementara itu, dikutip dari Reuters, harga minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei, turun US$0,36 menjadi menetap pada US$62,10 per barel di New York Mercantile Exchange. Kontrak WTI mencapai US$ 62,99 per barel pada Rabu (3/4/2019), tertinggi sejak November.

Brent telah naik 30% tahun ini, sementara WTI telah naik hampir 40%, didukung oleh sanksi-sanksi AS terhadap minyak mentah Iran dan Venezuela, pengurangan produksi OPEC dan meningkatnya permintaan global.

“Ada bias yang jelas pada aspek menguntungkan dengan pembatasan pasokan,” kata Michael McCarthy, kepala strategi pasar di CMC Markets di Sydney.

“Dan ada gambaran permintaan yang jauh lebih baik daripada yang diperkirakan setelah angka-angka PMI China dan AS baru-baru ini, bersama dengan potensi dukungan dari perjanjian perdagangan AS-China,” kata McCarthy.

Indeks pembelian manajer (PMI) jasa-jasa Caixin/Markit naik menjadi 54,4, tertinggi sejak Januari 2018 dan naik dari 51,1 pada Februari, survei bisnis swasta sektor jasa China menunjukkan pada Rabu (3/4).

Perundingan perdagangan AS-China pekan lalu di Beijing telah ada kemajuan dan penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan pada Rabu (3/4/2019) bahwa pihak-pihak bertujuan untuk menjembatani perbedaan selama pembicaraan lebih lanjut.

Musim pemeliharaan kilang sudah hampir berakhir, yang seharusnya mendorong permintaan minyak mentah, kata Virendra Chauhan, analis minyak di Energy Aspects di Singapura.

“Pasar fisik sangat kuat dan kami sekarang mulai berdagang barel pasca perputaran, yang seharusnya berarti pasar-pasar fisik menguat dan harga datar akan mengikuti,” ujarnya.

Namun, beralihnya minyak mentah AS ke posisi negatif (turun) menunjukkan ketakutan pasar akan lemahnya permintaan dan kelebihan pasokan.

“Kami terus memiliki headwinds ini,” kata John Kilduff, seorang mitra di Again Capital Management di New York. “Simpan untuk satu angka PMI China itu, data ekonomi selanjutnya menjadi tidak besar.” Indikator ekonomi secara global bearish, termasuk pesanan pabrik Jerman yang lebih rendah, telah membatasi sisi positif pasar, katanya.

Pesanan industri Jerman turun pada Februari dengan tingkat paling tajam dalam lebih dari dua tahun, menurut data yang dirilis Kamis. Pesanan terpukul oleh penurunan permintaan asing, menambah kekhawatiran bahwa ekonomi terbesar Eropa memiliki awal yang lemah untuk tahun ini.

Persediaan minyak mentah AS naik 7,2 juta barel minggu lalu, padahal para analis memperkirakan penurunan.

Sementara itu,  data pemerintah AS menunjukkan produksi minyak mentah negaraitu naik 100.000 barel per hari ke rekor 12,2 juta barel per hari. (RA)